Jumat, 10 Juni 2011

Filsafat Pancasila Sebagai Cirikhas Aliran Filsafat Pendidikan di Indonesia

I.         Pendahuluan
A.      Latar Belakang
Proses pendidikan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan manusia. Karena dalam dalam pendidikan ada proses belajar yang berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen.
Secara umum ada tiga fungsi pendidikan. Pertama mempersiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga tersebut memberikan pengerian bahwa pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi helper bagi umat manusia.
Filsafat ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya. Sesuatu dapat berarti terbatas dan dapat pula berarti tidak terbatas. filsafat membahas segala sesuatu yang ada di alam ini yang sering dikatakan filsafat umum. sementara itu filsafat yang terbatas ialah filsafat ilmu, filsafat pendidikan, filsafat seni, filsafat agama, dan sebagainya.
Jadi berfikir filsafat dalam pendidikan adalah berfikir mengakar/menuju akar atau intisari pendidikan. Terdapat cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat atau seyogyanya tidak dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu.
Dalam filsafat pendidikan terdapat beberapa aliran filsafat yang antara aliran yang satu dengan aliran yang lain mempunyai pandangan yang berbeda dalam memandang pendidikan itu sendiri. Di Indonesia ada aliran pendidikan yang dikenal ada filsafat Pancasila.
Berkaitan dengan masalah filsafat pendidikan di Indonesia, perlu kiranya kegiatan pendidikan jangan dipandang hanya sekedar gejala sosial yang bersifat rasional semata mengingat kita mengharapkan pendidikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Dalam makalah ini kami akan membahas seputar mashab/aliran filsafat pendidikan di Indonesia, termasuk filsafat Pancasila sebagai salah satu bentuk filsafat pendidikan di Indonesia.

B.  Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengapa muncul beberapa mashab dalam filsafat pendidikan ?
2.       Jelaskan secara ontologis antara filsafat pendidikan yang  bersifat monolistik, dualistik dan multilistik ?
3.      Bagaimana posisi dan proporsi filsafat pancasila diantara berbagai mashab filsafat pendidikan bila pancasila dianggap sebagai aliran filsafat pendidikan ?

C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan gambaran tentang:
1.         Mengapa muncul beberapa mashab dalam filsafat pendidikan ?
2.         Jelaskan secara ontologis antara filsafat pendidikan yang  bersifat monolistik, dualistik dan multilistik ?
3.         Bagaimana posisi dan proporsi filsafat pancasila diantara berbagai mashab filsafat pendidikan bila pancasila dianggap sebagai aliran filsafat pendidikan ?
 
II.      Pembahasan

A.      Hakekat Filsafat Pendidikan
1.      Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, philos artinya cinta dan sophia artinya kearifan atau kebijakan. Filsafat berarti cinta yang mendalam terhadap kearifan atau kebijakan. Dan dapat pula diartikan sebagai sikap atau pandangan seseorang yang memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Menurut Harold Titus, dalam arti sempit filasafat diartikan sebagai sains yang berkaitan dengan metodologi, dan dalam arti luas filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup, dan makna hidup. Jadi, filsafat memiliki karakteristik spekulatif, radikal, sistematis, komprehensif, dan universal.
Butler mengemukakan beberapa persoalan yang dibahas dalam filsafat, yaitu :
1. Metafisika adalah cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat yang tersimpul di belakang dunia fenomena, membahas ontologi, teologi, kosmologi, dan antropologi.
2. Epistemologi ialah cabang filsafat yang membahas atau mengkaji asal, struktur, metode, serta keabsahan pengetahuan.
3. Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari nilai, yaitu etika dan estetika.

2.      Mashab/Aliran-aliran Filsafat Pendidikan
Sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia yang beragam maka terdapat beberapa mazhab dalam filsafat pendidikan, diantaranya :
1.      Filsafat pendidikan idealisme
Idealisme berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegensi. Termasuk dalam paham idealisme adalah spiritualisme, rasionalisme, dan supernaturalisme. Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap karena dunia hanyalah merupakan tiruan belaka, sifatnya maya yang menyimpang dari kenyataan sebenarnya. Selain itu, menurut pandangan idealisme, nilai adalah absolut. Apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik atau jelek secara fundamental tidak berubah, melainkan tetap dan tidak diciptakan manusia. Idealisme memiliki tujuan pendidikan yang pasti dan abadi, di mana tujuan itu berada di luar kehidupan manusia, yaitu manusia yang mampu mencapai dunia cita, manusia yang mampu mencapai dan menikmati kehidupan abadi yang berasal dari Tuhan.
2.      Filsafat pendidikan realisme
Aliran ini berpendapat bahwa dunia rohani dan dunia materi merupakan hakikat yang asli dan abadi. Kneller membagi realisme menjadi dua :
a.    Realisme rasional, memandang bahwa dunia materi adalah nyata dan berada di luar pikiran yang mengamatinya, terdiri dari realisme klasik dan realisme religius.
b.    Realisme natural ilmiah, memandang bahwa dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal manusia, melainkan dunia sebagaimana adanya, dan substansialitas,
sebab akibat, serta aturan-aturan alam merupakan suatu penampakan dari dunia itu sendiri.
Selain realisme rasional dan realisme natural ilmiah, ada pula pandangan lain mengenai realisme, yaitu neo-realisme dan realisme kritis. Neo-realisme adalah pandangan dari Frederick Breed mengenai filsafat pendidikan yang hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi, yaitu menghormati hak-hak individu. Sedangkan realisme kritis didasarkan atas pemikiran Immanuel Kant yang mensintesiskan pandangan berbeda antara empirisme dan rasionalisme, skeptimisme dan absolutisme, serta eudaemonisme dengan prutanisme untuk filsafat yang kuat.
3.      Filsafat pendidikan materialisme
Materialisme berpandangan bahwa realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual, atau supernatural. Cabang materialisme yang banyak dijadikan landasan berpikir adalah positivisme yang menganggap jika sesuatu itu memang ada, maka adanya itu adalah jumlah yang dapat diamati dan diukur. Oleh karena itu, positivisme hanya
mempelajari yang berdasarkan fakta atau data yang nyata.

4.      Filsafat pendidikan pragmatisme
Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak, tidak doktriner, tetapi relatif atau tergantung pada kemampuan manusia. Dalam pragmatisme, makna segala sesuatu dilihat dari hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan, atau benar tidaknya suatu ucapan, dalil, dan teori, semata-mata bergantung pada manusia dalam bertindak. Menurut pragmatisme, pendidikan bukan merupakan proses pembentukan dari luar dan juga bukan pemerkahan kekuatan laten dengan sendirinya, melainkan proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman individu.
5.      Filsafat pendidikan eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran yang menekankan pilihan kreatif, subjektivitas pengalaman manusia, dan tindakan konkret dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Menurut eksistensialisme, pengetahuan manusia tergantung pada pemahamannya tentang realitas, interpretasinya terhadap realitas, dan pengetahuan yang diberikan di sekolah bukan sebagai alat untuk memperoleh pekerjaan, tetapi untuk alat pekembangan dan pemenuhan diri secara pribadi.
6.      Filsafat pendidikan progresivisme
Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak, sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru atau bahan pelajaran yang didasari oleh filosofi realisme religius dan humanisme. Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum, pengalaman bersifat dinamis dan temporal sehingga nilai pun terus berkembang.
7.      Filsafat pendidikan esensialisme
Esensialisme dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes skeptisisme dan sinisme dari progresivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah berasaskan nilai yang telah teruji keteguhan dan kekuatannya sepanjang masa. Gerakan ini bertumpu pada mazhab idealisme dan realisme.

8.      Filsafat pendidikan perenialisme
Perenialisme adalah aliran yang berorientasi dari neo-thomisme dan memandang bahwa nilai universal itu ada, pendidikan hendaknya dijadikan suatu pencarian dan penanaman kebenaran nilai tersebut. Berikut adalah beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan :
a.         Plato : “Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal.”
b.        Aristoteles : “Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya.
c.         Thomas Aquina : “Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata.”
9.      Filsafat pendidikan rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme adalah paham yang memandang pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang berlangsung terus dalam hidup. Rekonstruksionisme dapat dibedakan menjadi rekonstruksionisme individual dari John Dewey dan rekonstruksionisme sosial dari George S. Counts yang keduanya adalah bersumber pada pragmatisme.

3.      Latar Belakang Munculnya Mashab/Aliran Dalam Filsafat Pendidikan
Kata pendidikan berasal dari kata didik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Filsafat ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya. Sesuatu dapat berarti terbatas dan dapat pula berarti tidak terbatas. filsafat membahas segala sesuatu yang ada di alam ini yang sering dikatakan filsafat umum.
Filsafat pendidikan adalah suatu pandangan yang ingin melihat pendidikan secara lebih mendalam dan lebih luas dan menyeluruh dalam segala hubungan. Filsafat pendidikan berusaha memahami bagaimana proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan secara lebih luas dan mendalam dari berbagai aspek. Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, maka filsafat pendidikan memiliki berbagai aliran atau mazhab.
Tokoh filsafat dalam menghasilkan pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya, dalam rangka mencari kebenaran sangat dipengaruhi oleh latar belakang, sudut pandang dan tujuan tokoh filsafat tersebut sehingga hasil kajian dan pemikiran tersebut akan berbeda dan berfariasi sesuai karakteristik tokoh filosof tersebut. Perbedaan ini kemudian menghasilkan pemikiran yang memiliki karakteristik tertentu apakah cenderung ke materi, roh, spiritual ataupun yang lain. Pemikiran berdasarkan karakteristik inilah kemudian dikenal dengan mazhab/aliran dalam filsafat.
Munculnya beberapa mazhab dalam filsafat pendidikan disebabkan masing-masing filosof memandang filsafat pendidikan ini dari sudut pandang yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang dan cara berfikir masing-masing dalam mencari kebenaran hakiki tentang pendidikan. Mazhab materialism memandang dari sudut pandang materi sehingga pendidikan hanya diukur dalam bentuk materi saja, ini berbeda dengan mazhab idealism yang memandang pendidikan dari rohani/ide dan realism yang memandang pendidikan dari materi dan rohani.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan semakin luasnya ilmu pengetahuan manusia maka dimungkinkan aliran/mazhab filsafat pendidikan ini akan semakin bertambah dan beragam mengikuti perkembangan zaman itu.

B.       Kajian Secara Ontologis Tentang Filsafat Pendidikan
1.         Pengertian Ontologi
Menurut  bahasa, Ontologi  berasal dari  bahasa  Yunani  yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Ontologi berarti teori tentang keberadaan sebagai keberadaan.
Pada dasarnya, ontologi membicarakan tentang hakikat dari sutu benda/sesuatu. Hakikat disini berarti kenyataan yang sebenarnya (bukan kenyataan yang sementara, menipu, dan berubah). Misalnya, pada model pemerintahan demokratis yang pada umumnya menjunjung tinggi pendapat rakyat, ditemui tindakan sewenang-wenang dan tidak menghargai pendapat rakyat. Keadaan yang seperti inilah yang dinamakan keadaan sementara dan bukan hakiki. Justru yang hakiki adalah model pemerintahan yang demokratis tersebut.
Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base. Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah knowledge base”. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada.
Dalam mempelajari ontologi muncul beberapa pertanyaan yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai ontologi. Pertanyaan itu berupa “Apakah yang ada itu? (What is being?)”, “Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)”, dan “Dimanakah yang ada itu? (What is being?)”
Ontologi yang merupakan salah satu kajian filsafat ilmu mempunyai beberapa manfaat, di antaranya sebagai berikut:
1.        Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan sistem pemikiran yang ada.
2.        Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan eksistensi.
3.        Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika.

2.         Filsafat Pendidikan Bersifat Monolistik, Dualistik, dan Multilistik
Dalam ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, yaitu monolistik, dualistik, dan multilistik/pluralisme
Monolistik adalah paham yang menganggap bahwa hakikat asalnya sesuatu itu hanyalah satu. Asal sesuatu itu bisa berupa materi (air, udara) maupun ruhani (spirit, ruh). Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa ruhani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya.
Plato adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah monism/monolistik oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran :
a.         Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan ruhani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
b.        Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran sejati.
Dualistik adalah aliran yang berpendapat bahwa asal benda terdiri dari dua hakikat (hakikat materi dan ruhani, hakikat benda dan ruh, hakikat jasad dan spirit). Dualisme adalah konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik.
Gagasan tentang dualistik jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa "kecerdasan" seseorang (bagian dari pikiran atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik.
Versi dari dualistik yang dikenal secara umum diterapkan oleh René Descartes (1641), yang berpendapat bahwa pikiran adalah substansi nonfisik. Descartes adalah yang pertama kali mengidentifikasi dengan jelas pikiran dengan kesadaran dan membedakannya dengan otak, sebagai tempat kecerdasan. Sehingga, dia adalah yang pertama merumuskan permasalahan jiwa-raga dalam bentuknya yang ada sekarang.
Multilistik/Pluralistik adalah paham yang mengatakan bahwa segala hal merupakan kenyataan. Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas.
Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M), yang mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.
Jadi, dapat disimpulakan bahwa ontologi meliputi hakikat kebenaran dan kenyataan yang sesuai dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari perspektif filsafat tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu. Adapun monolistik, dualistik, multilistik/pluralistik dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologi yang pada akhirnya menentukan pendapat dan kenyakinan kita masing-masing tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu.

C.      Filsafat Pancasila Sebagai Sebuah Aliran Filsafat
1.         Hakekat Filsafat Pancasila
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila.
Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh.
Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita, yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani).
Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasila (Notonagoro).
Pembahasan mengenai Pancasila sebagai sistem filsafat  dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif.
a.         Cara deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif.
b.        Cara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.
Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:
1.        Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.
2.        Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:
        Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
        Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;
        Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5;
        Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5;
        Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.
        Inti sila-sila Pancasila meliputi:
1.        Tuhan, yaitu sebagai kausa prima
2.        Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
3.        Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri
4.        Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong
5.        Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.
Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti  mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada umumnya.
Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga bidang tersebut dapat dianggap mencakup kesemestaan.

Apabila memahami nilai-nilai dari sila-sila Pancasila akan terkandung beberapa hubungan
Apabila memahami nilai-nilai dari sila-sila Pancasila akan terkandung beberapa hubungan
manusia yang melahirkan keseimbangan antara hak dan kewajiban antarhubungan tersebut,
manusia yang melahirkan keseimbangan antara hak dan kewajiban antarhubungan tersebut,
yaitu sebagai berikut
yaitu sebagai berikut
a. Hubungan Vertikal
a. Hubungan Vertikal
Hubungan vertikal adalah hubungan manusia dengan Tuhan, sebagai penjelmaan
Hubungan vertikal adalah hubungan manusia dengan Tuhan, sebagai penjelmaan
dari nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam hubungan ini, manusia memiliki
dari nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam hubungan ini, manusia memiliki
kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan perintah Tuhan dan menghentikan segala
kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan perintah Tuhan dan menghentikan segala
larangan-Nya, sedangkan hak yang diterima oleh manusia dari Tuhan adalah rahmat yang
larangan-Nya, sedangkan hak yang diterima oleh manusia dari Tuhan adalah rahmat yang
tidak terhingga diberikan oleh Tuhan dan pembalasan amal baik di akhirat nanti.
tidak terhingga diberikan oleh Tuhan dan pembalasan amal baik di akhirat nanti.
b. Hubungan Horizontal
b. Hubungan Horizontal
Hubungan horizontal adalah hubungan manusia dengan sesamanya, baik dalam
Hubungan horizontal adalah hubungan manusia dengan sesamanya, baik dalam
fungsinya
fungsinya
c. Hubungan Alamiah
c. Hubungan Alamiah
Hubungan alamiah adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi
Hubungan alamiah adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi
hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam dengan segala kekayaannya.
hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam dengan segala kekayaannya.
Alasan yang prinsipil Pancasila sebagai pandangan hidup dengan fungsi tersebut di
Alasan yang prinsipil Pancasila sebagai pandangan hidup dengan fungsi tersebut di
atas adalah sebagai berikut
atas adalah sebagai berikut
1.
1.Pancasila mengakui adanya kekuatan gaib yang di luar diri manusia menjadi
Pancasila mengakui adanya kekuatan gaib yang di luar diri manusia menjadi
pencipta, pengatur, serta penguasa alam semesta.
pencipta, pengatur, serta penguasa alam semesta.
2.
2.Pancasila mengatur keseimbangan dalam hubungan dan keserasian-keserasian,
Pancasila mengatur keseimbangan dalam hubungan dan keserasian-keserasian,
dimana untuk menciptakannya perlu pengendalian diri.
dimana untuk menciptakannya perlu pengendalian diri.
3.
3.Dalam mengatur hubungan, peranan dan kedudukan bangsa sangat penting.
Dalam mengatur hubungan, peranan dan kedudukan bangsa sangat penting.
Persatuan dan kesatuan sebagai bangsa merupakan nilai sentral.
Persatuan dan kesatuan sebagai bangsa merupakan nilai sentral.
4.
4.Kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, serta musyawarah untuk mufakat
Kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, serta musyawarah untuk mufakat
dijadikan sendi kehidupan bersama.
dijadikan sendi kehidupan bersama.
5.
5.Kesejahteraan bersama menjadi tujuan bersama
Kesejahteraan bersama menjadi tujuan bersama
2.         Landasan Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis Filsafat Pancasila
a.        Landasan Ontologi
Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang meyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika. Masalah ontologis antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah realitas yang ada tampak ini suatu realitas sebagai wujudnya,  yaitu benda? Apakah ada suatu rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang tampak pada makhluk hidup? Dan seterusnya.
Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila.
Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia.
Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia.
b.        Landasan Epistimologi
Epistemologi adalah cabang filsafat  yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan.
Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya.  Maka, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.
Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalamupaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
c.         Landasan Aksiologis
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori.
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary of sosiology an related science). Nilai itu suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek.
Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
        Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
        Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
        Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.
Nila-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Pengakuan, penerimaan dan pernghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas sebagai Manusia Indonesia
3.      Posisi dan Preposisi Filsafat Pancasila Diantara Berbagai Mazhab Filsafat
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila Pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan masyarakat  bangsa yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Dengan demikian Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem-sistem filsafat lainnya, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, komunisme dan sebagainya. Pernbedaannya terletak pada Pancasila berusaha mengakomodasi dan menggabungkan dengan mengambil isi dari mazhab-mazhab filsafat tersebut, baik secara keseluruhan maupun sebagian-sebagian.
Posisi dan preposisi Filsafat Pancasila diantara mazhab filsafat yang lain adalah bahwa filsafat Pancasila berusaha merangkum dari berbagai mazhab yang ada, karena dari kelima sila Pancasila mengambil bagian dari mazhab-mazhab yang ada. Didalam Pancasila ada bagian dari mazhab materialisme, idealism, realism, liberalism, progresivisme, dan mazhab-mazhab yang lain.
Filsafat berusaha mengakomodasikan isi dari mazhab-mazhab yang sudah ada sehingga filsafat Pancasila berbeda dengan mazhab-mazhab tersebut dan ini menjadi satu cirikhas ke Indonesiaan dari mazhab filsafat pendidikan di negara kita.

 III.             Penutup
A.           Simpulan
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, philos artinya cinta dan sophia artinya kearifan atau kebijakan. Filsafat berarti cinta yang mendalam terhadap kearifan atau kebijakan.
Terdapat berbagai macam mazhab dalam filsafat pendidikan yang ada. Munculnya beberapa mazhab dalam filsafat pendidikan disebabkan masing-masing filosof memandang filsafat pendidikan ini dari sudut pandang yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang dan cara berfikir masing-masing dalam mencari kebenaran hakiki tentang pendidikan. filosof tersebut. Mazhab materialism memandang dari sudut pandang materi sehingga pendidikan hanya diukur dalam bentuk materi saja, ini berbeda dengan mazhab idealism yang memandang pendidikan dari rohani/ide dan realism yang memandang pendidikan dari materi dan rohani.
Pada dasarnya, ontologi membicarakan tentang hakikat dari sutu benda/sesuatu. Hakikat disini berarti kenyataan yang sebenarnya (bukan kenyataan yang sementara, menipu, dan berubah).
Dalam ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, yaitu monolistik, dualistik, dan multilistik/pluralisme
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila.
Posisi dan preposisi Filsafat Pancasila diantara mazhab filsafat yang lain adalah bahwa filsafat Pancasila berusaha merangkum dari berbagai mazhab yang ada, karena dari kelima sila Pancasila mengambil bagian dari mazhab-mazhab yang ada. Didalam Pancasila ada bagian dari mazhab materialisme, idealism, realism, liberalism, progresivisme, dan mazhab-mazhab yang lain.
Filsafat berusaha mengakomodasikan isi dari mazhab-mazhab yang sudah ada sehingga filsafat Pancasila berbeda dengan mazhab-mazhab tersebut dan ini menjadi satu cirikhas ke Indonesiaan dari mazhab filsafat pendidikan di negara kita.



B.            Saran
Filsafat Pancasila adalah salah satu aliran filsafat sebagai cirikhas Indonesia yang juga perlu kita kaji lebih lanjut dan sebagai salah satu alternatifaliran filsafat yang menampilkan corak ke-Indonesiaan sehingga bisa mensejajarkan bangsa Indonesia dengan bangsa lain di Dunia.
Makalah ini kami susun dengan referensi yang sangat terbatas, sehingga kami sadar dalam makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami sangat mengharapkan saran dan masukan demi perbaikan makalah ini.

Bahan Rujukan

Sadulloh. Uyoh, 2003, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

Diakses tanggal 9 Juni 2011

Diakses tanggal 9 Juni 2011

Diakses tanggal 9 Juni 2011

Diakses tanggal 9 Juni 2011

Diakses tanggal 9 Juni 2011


\\\

Jumat, 03 Juni 2011

Perumusan Tujuan Pembelajaran (Dick & Carey)


Bab I Pendahuluan

A.      Latar Belakang
Komponen desain model pembelajaran yang paling terkenal adalah penulisan tujuan kinerja atau sering disebut dengan tujuan perilaku. Sejak penerbitan bukunya tentang tujuan pada tahun 1962, Robert Mager telah mempengaruhi pendidikan masyarakat secara menyeluruh melalui penekanan yang diberikan pada keperluan akan adanya pernyataan yang jelas dan tepat tentang apa yang seharusnya dilakukan/diperbuat siswa ketika mereka selesai mengikuti pelajaran. Tujuan penulisan tujuan kinerja adalah untuk menjawab pertanyaan tentang kemampuan apa yang akan dilakukan  pebelajar ketika mengikuti dan menyelesaikan proses pembelajaran.
Ketika guru dilatih untuk merumuskan tujuan instruksional khusus terdapat  dua kesulitan utama muncul, ketika proses menentukan tujuan tidak dimasukkan sebagai komponen integral dari model desain pembelajaran. Pertama tanpa model yang jelas para instruktur menemui kesulitan untuk menentukan bagaimana  memperoleh tujuan pembelajaran. Meskipun instruktur bisa menguasai mekanisme penulisan tujuan, tidak ada petunjuk yang dapat dijadikan pegangan dalam merumuskan tujuan. Akibatnya, banyak guru kembali melibat daftar isi dalam buku pelajaran untuk mengidentifikasi topik-topik yang akan dipakai dalam merumuskan tujuan perilaku.
Kedua, lebih sebagai kritikan adalah apa yang akan dilakukan dengan tujuan itu setelah ditulis. Kebanyakan guru hanya diberitahu bahwa tujuan itu harus disatukan kedalam pengajarannya, dan bahwa mereka akan menjadi guru yang lebih baik karena mereka sekarang telah mempunyai tujuan behavioral untuk keperluan pengajaran. Tujuan ini hanya sebatas tulisan yang berfungsi sebagai dokumen administrasi bagi guru.  Pada kenyataannya, sebagian besar tujuan ditulis dan kemudian ditempatkan di laci meja, tidak pernah untuk mempengaruhi proses pengajaran.
Tujuan pembelajaran sangat penting untuk desain pembelajaran. Pernyataan tentang apa yang harus dapat dilakukan siswa setelah selesai mengikuti pembelajaran tertentu akan berguna bukan hanya bagi perancang, tetapi juga kepada siswa, pengawas, dan administrator. Jika tujuan pembelajaran disampaikan untuk diketahui para siswa, maka mereka akan memiliki pedoman jelas bagi apa yang harus dipelajari dan diujikan selama berlangsunga pengajaran. Kemungkinan sedikit saja siswa yang tidak bisa mengikuti pelajaran dalam waktu yang lama, dan lebih banyak jumlah yang mungkin akan menguasai pelajaran bila mereka tahu apa yang seharusnya mereka pelajari.
Memang ada keberatan yang diajukan orang terhadap penggunaan tujuan perilaku. Sebagian mereka menganggap tujuan ini tampak remeh dalam beberapa bahan pengajaran. Hanya saja tujuan ini sering tidak didasarkan pada analisa pengajaran yang seksama, yaitu yang menggambarkan adanya hubungan tiap perilaku baru dengan perilaku yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu banyak para pendidik mengakui bahwa merumuskan tujuan dalam beberapa bidang, seperti humaniora lebih sulit disbanding bidang lain. Tetapi guru dibidang ilmu ini kenyataannya kok menilai juga perbuatan siswa. Pengembangan tujuan menuntut guru-guru dalam disiplin ilmu ini untuk melakukan pekerjaan berikut : (l) menetapkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap mereka akan mengajar, (2) menentukan strategi pengajaran, dan (3) menetapkan kriteria untuk mengevaluasi kinerja murid ketika instruksi berakhir.
Sementara ada guru yang mungkin melihat tujuan akan merusak diskusi kelas yang bebas, tujuan itu sebenarnya dapat digunakan untuk memeriksa relevansi diskusi tersebut. Tujuan juga dapat meningkatkan kecermatan komunikasi diantara para pengajar yang harus mengkoordinasi pengajaran mereka.

B.       Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.      Bagaimanakah konsep tujuan pembalajaran ?
2.      Apa komponen  dalam perumusan tujuan pembelajaran ?
3.      Bagaimanakah proses penulisan tujuan pembelajaran ?

C.      Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan gambaran tentang :
1.      Konsep tujuan pembelajaran.
2.      Komponen rumusan tujuan pembelajaran.
3.      Proses penulisan tujuan pembelajaran.

Bab II Pembahasan

A.      Konsep Pengembangan
1.         Tujuan Performansi/kinerja (Performance Objective)
Konsep yang paling penting terkait dengan bab ini adalah tujuan kinerja.Tujuan kinerja adalah deskripsi rinci tentang apa yang akan mampu dikerjakan siswa setelah selesai mengikuti suatu satuan pengajaran. Pertama, harus ditunjukkan bahwa ada tiga istilah yang sering digunakan sebagai sinonim dalam menggambarkan kinerja peserta didik. Mager (1975) mula-mula menggunakan istilah perilaku tujuan untuk menekankan bahwa itu adalah pernyataan yang menjelaskan apa yang akan dapat dilakukan/dikerjakan siswa. Beberapa pendidik sangat keberatan orientasi ini. Hal lain, mungkin lebih dapat diterima, diajukan untuk menggantikan kata behavioral ini. Oleh karena itu Anda akan melihat dalam literatur istilah performance objective (tujuan kinerja, tujuan performansi, tujuan unjuk kerja) dan instructional objective (tujuan pengajaran, tujuan pembelajaran).  Bila anda menjumpai istilah ini anda menganggapnya sinonim dari tujuan behavioral.  Anda tidak boleh disesatkan untuk berpikir bahwa tujuan instruksional menggambarkan apa yang akan dilakukan instruktur. Bukannya itu menggambarkan jenis-jenis pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang harus dipelajari oleh siswa.
Tujuan pembelajaran menjelaskan apa yang akan mampu dikerjakan siswa jika mereka menyelesaikan bahan-bahan pelajaran. Ini menggambarkan konteks dunia nyata, di luar situasi belajar, di mana pelajar akan menggunakan keterampilan dan pengetahuan. Ketika tujuan pembelajaran diubah menjadi tujuan kinerja,  ini disebut sebagai tujuan akhir. Tujuan akhir  menggambarkan persis apa yang dapat mahasiswa lakukan ketika ia menyelesaikan suatu unit pengajaran. Konteks untuk melaksanakan tujuan akhir  dibuat dalam situasi belajar, bukan dunia nyata. Demikian juga, keterampilan yang diperoleh melalui analisis langkah-langkah dalam tujuan disebut keterampilan bawahan. Tujuan yang menggambarkan keterampilan yang membuka jalan untuk mencapai tujuan akhir  disebut sebagai tujuan bawahan. Tujuan bawahan menggambarkan blok bangunan ketrampilan yang harus dikuasai pebelajar dalam mencapai tujuan akhir. Tujuan kinerja berasal dari keterampilan dalam analisis pembelajaran. Satu atau lebih tujuan harus ditulis untuk setiap keterampilan yang diidentifikasi dalam analisis pembelajaran.
Tujuan performansi dapat diperoleh melalui penganalisisan pembelajaran. Untuk setiap ketrampilan yang harus dikenali dalam analisis pembelajaran paling sedikit satu tujuan atau lebih dapat dirumuskan. Ini termasuk tujuan untuk ketrampilan yang dikenal dengan  perilaku awal (entry behavior)
Mengapa harus dirumuskan tujuan untuk perilaku awal kalau tidak termasuk dalam pembelajaran. Alasan yang paling penting mengapa perlu ada tujuan untuk perilaku awal ialah bahwa tujuan itu merupakan dasar dalam menyusun butir-butir soal tes. Adalah perlu mempunyai butir-butir tes untuk menentukan apakah para siswa memang memiliki perilaku awal yang anda perkirakan ada. Karena itu harus dibuat butir-butir soal tes untuk mengukur adanya ketrampilan yang disebutkan dalam tujuan performance (tujuan kinerja) untuk perilaku awal. Disamping itu bagi perancang tujuan ini berguna seandainya ditentukan bahwa siswa tidak memiliki perilaku awal, dan menjadi perlu disusun pembelajaran untuk tingkah laku yang belum dimiliki.

2.         Komponen Tujuan.
Jika sudah ada tujuan-tujuan bagi pembelajaran, ketrampilan bawahan dan perilaku awal, bagaimana merumuskan tujuan itu?  Karya Mager menjadi pedoman bagi penyusunan tujuan pembelajaran. Modelnya untuk menyusun tujuan adalah pernyataan yang mengandung tiga komponen utama. Komponen tujuan pertama menggambarkan keterampilan atau tingkah laku yang diidentifikasi dalam analisis pembelajaran, Tujuan harus menguraikan apa yang dapat dikerjakan atau diperbuat pebelajar.
Komponen tujuan kedua menggambarkan kondisi  pelajar atau keadaan yang menjadi syarat. yang hadir pada waktu pebelajar berbuat. Apakah pebelajar akan diberikan tes tertulis ? Apakah dibenarkan menggunakan kamus ? Apakah mereka akan diberikan sebuah paragraph untuk dikupas. Ini semua adalah pernyataan tentang kondisi siswa berbumpilkan perilaku yang dikehendaki.
Komponen tujuan ketiga  menggambarkan kriteria yang akan digunakan untuk menilai unjuk perbuatan siswa yang dimaksud tujuan. Kriteria sering dinyatakan dalam batas-batas, atau rentangan, jawaban atau respon yang akan diterima. Kriteria menjawab pertanyaan siswa  “Apakah jawaban saya harus betul mutlak ?” Kriteria menunjukkan berapa batas yang dapat ditenggang bagi respon atau jawaban siswa.

1)             Derivation of Behaviours (Perilaku).
Dalam penyusunan tujuan diperlukan kata kerja operasional yang terukur dari masing-masing ranah. Kadang-kadang kita menemukan bahwa pernyataan tujuan terlalu samar, dalam hal ini, perancang harus hati-hati mempertimbangkan kata kerja yang dapat digunakan untuk menggambarkan perilaku. Penulisan tujuan harus mampu mengungkapkan jenis perilaku yang dirumuskan melalui proses identifikasi dalam analisis pembelajaran.
Keterampilan intelektual dapat dijelaskan dengan kata kerja seperti sebagai mengidentifikasi, mengklasifikasi, menunjukkan, atau menghasilkan. Kata kerja ini, seperti yang dijelaskan oleh Gagne, Wager, Golas, dan Keller (2004), mengacu pada kegiatan khusus seperti sebagai pengelompokan objek serupa, membedakan satu hal dari yang lain, atau memecahkan masalah. Gagne tidak menggunakan kata kerja tahu, mengerti, atau menghargai karena kata akerja ini terlalu samar dan sulit diukur. Ketika kata-kata ini digunakan pada tujuan, tahu biasanya mengacu pada informasi lisan, keterampilan intelektual memahami, dan menghargai sikap. Kata kerja ini samar-samar harus diganti dengan performa kata kerja yang lebih spesifik.
Tujuan yang berhubungan dengan keterampilan psikomotorik biasanya dinyatakan dalam suatu perilaku (misalnya, berlari, melompat, atau mengemudi).
Ketika tujuan melibatkan sikap, biasanya diharapkan untuk memilih alternatif tertentu atau rangkaian alternatif. Di sisi lain, hal itu mungkin melibatkan pelajar membuat pilihan dari di antara berbagai kegiatan.

2)             Derivations of conditions (Kondisi)
Kondisi merujuk suatu keadaan dan sumber daya yang akan tersedia bagi pelajar dalam mencapai tujuan. Dalam memilih kondisi yang sesuai perlu mempertimbangkan  perubahan perilaku yang akan dicapai dan karakteristik sasaran. Kita harus membedakan factor-faktor yang mempengaruhi kondisi. Faktor-faktor ini meliputi:     
a.              Apakah sebuah isyarat akan disediakan pada pembelajar dalam mendapatkan informasi (stimulus),
b.             Karakteristik dari setiap bahan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas,
c.              Ruang lingkup dan kompleksitas tugas,
d.             Relevan atau kesesuaian kinerja dengan dunia nyata.
Pertama, pertimbangkan isyarat atau stimulus yang disediakan bagi pelajar adalah pertimbangan yang sangat penting untuk menguji informasi lisan. Misalnya, apabila kita ingin memastikan bahwa peserta didik dapat menghubungkan konsep tertentu dengan definisi? Ada beberapa kondisi yang dapat digunakan untuk menggambarkan rangsangan pembelajar akan membantu mereka mengingat informasi lisan. Perhatikan daftar rangsangan berikut (kondisi) dan perilaku, masing-masing yang dapat memungkinkan pembelajar untuk menunjukkan bahwa mereka tahu atau dapat mengasosiasikan konsep dengan definisi.
Kedua, Karakteristik dari sumber-sumber daya yang diperlukan  untuk melakukan tugas tertentu. Sumber daya seperti bahan-bahan tersebut adalah: (1) ilustrasi seperti tabel, diagram, atau grafik; (2) bahan-bahan tertulis seperti laporan, cerita, atau artikel surat kabar, (3) benda-benda fisik seperti batuan, daun, slide, mesin , atau alat; dan (4) bahan referensi seperti kamus, manual, database, buku, atau web.
Ketiga,  ruang lingkup dan kompleksitas tugas untuk melakukan perubahan sesuai dengan kemampuan dan pengalaman dari populasi target.
Keempat adalah membantu transfer pengetahuan dan keterampilan dari instruksional pengaturan ke pengaturan kinerja. Dalam menentukan kondisi-kondisi ini yang harus  dipertimbangan adalah sifat rangsangan materi, dan karakteristik target populasi.

3)        Derivations of criteria (Kriteria)
Bagian akhir dari tujuan adalah kriteria dalam menentukan keterampilan kinerja yang dapat diterima. Dalam menetapkan kriteria yang logis, harus mempertimbangkan  tugas yang harus dilakukan. Beberapa keterampilan intelektual dan tugas informasi lisan hanya memiliki satu jawaban yang akan dianggap benar. Dalam hal ini, kriteria adalah bahwa peserta didik dapat menghasilkan respon yang tepat. Beberapa desainer menambahkan kata dengan benar untuk criteria ini.


3.         Proses Penulisan Tujuan
Dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan analisis konteks, para desainer seharusnya mereview kembali pernyataan tujuan sebelum menetapkan tujuan. Apakah itu termasuk deskripsi tentang konteks utama di mana tujuan akan digunakan? Jika tidak, langkah pertama harus mengedit tujuan agar mencerminkan konteks itu.
Langkah kedua adalah untuk menulis tujuan akhir. Pernyataan tujuan menggambarkan konteks dimana pelajar pada akhirnya akan menggunakan keterampilan baru sementara tujuan akhir  menggambarkan kondisi obyektif untuk melaksanakan tujuan pada akhir pembelajaran.
Setelah tujuan akhir ditetapkan, perancang menulis keterampilan dan kemampuan bawahan yang disertakan dalam analisis pembelajaran.
Langkah berikutnya adalah menuliskan tujuan untuk keterampilan bawahan di bagan analisis instruksional.
Secara singkat langkah-langkah dalam tujuan penulisan adalah sebagai berikut:
1.        Edit tujuan untuk merefleksikan konteks kinerja.
2.        tulis tujuan akhir untuk mencerminkan konteks lingkungan belajar.
3.        Tulis  tujuan untuk setiap langkah dalam analisis tujuan yang tidak ada substeps yang ditampilkan.
4.        Menulis suatu tujuan untuk setiap pengelompokan substeps di bawah langkah utama dari analisis tujuan, atau menulis substep tujuan untuk masing-masing.
5.        Menulis tujuan untuk semua keterampilan bawahan.
6.        Menulis tujuan perilaku awal  jika terdapat siswa yang tidak memiliki kompetensi yang tercakup dalam perilaku awal.

4.         Evaluasi Tujuan
Cara yang baik untuk mengevaluasi kelayakan kejelasan dan tujuan yang telah ditulis adalah untuk membangun sebuah item tes yang akan digunakan untuk mengukur pencapaian tugas peserta didik. Jika tujuan tidak dapat menghasilkan barang logis sendiri, maka tujuan harus dipertimbangkan kembali.
Cara lain untuk mengevaluasi kejelasan tujuan adalah dengan meminta seorang rekan untuk membuat tes item yang sama dan sesuai dengan perilaku dan kondisi yang ditentukan. Jika item tidak dibuat sangat mirip dengan salah satu , maka tujuan tidak cukup jelas untuk berkomunikasi.
Anda juga harus mengevaluasi kriteria yang telah Anda tetapkan dalam tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria untuk mengevaluasi contoh-contoh kinerja yang ada dan diinginkan atau direspons.
Sementara tujuan menulis, perancang harus sadar bahwa pernyataan-pernyataan ini adalah kriteria yang akan digunakan untuk mengembangkan penilaian untuk pengajaran. Perancang mungkin lagi memeriksa kejelasan dan kelayakan tujuan dengan pertanyaan, "Bisakah aku desain item atau tugas yang menunjukkan apakah seorang pelajar dapat berhasil melakukan apa yang digambarkan dalam tujuan?" Jika sulit membayangkan bagaimana hal ini dapat dilakukan dalam fasilitas yang ada dan lingkungan, maka tujuan harus dipertimbangkan kembali.
Saran lain yang dapat membantu adalah anda hendaknya tidak segan menggunakan dua atau bahkan tiga kalimat untuk mendeskripsikan tujuan secara memadai. Tidak ada ketentuan yang membatasi tujuan hanya satu kalimat saja.
Tujuan hanya satu komponen dalam keseluruhan proses desain pembelajaran, dan hanya ketika mereka memberikan kontribusi untuk proses itu mereka mengambil makna. Saran terbaik pada saat ini adalah menulis tujuan dengan cara yang bermakna dan kemudian beralih ke langkah berikutnya dalam proses desain pembelajaran.

5.         Fungsi Tujuan
Tujuan memiliki fungsi yang berbeda bagi desainer, instruktur, dan peserta didik, bagi desainer, tujuan merupakan bagian integral dari proses desain. Tujuan berfungsi sebagai masukan bagi desainer dalam mempersiapkan ujian dan strategi pengajaran.
Hanya sedikit dari tujuan untuk keterampilan bawahan yang digunakan selama pengembangan bahan-bahan yang digunakan. Umumnya hanya tujuan utama dimasukkan dalam silabus, publikasi, halaman web, atau pengajaran modul.
Pertimbangkan bagaimana menciptakan sebuah daftar lengkap tujuan selama proses desain untuk dimasukkan dalam bahan pengajaran. Siswa lebih cenderung hadir selama tiga hingga lima tujuan utama daripada daftar panjang tujuan bawahan.
 
Bab III Penutup

A.      Simpulan
Tujuan kinerja adalah sebuah diskripsi yang rinci tentang apa  yang akan dilakukan oleh pebelajar setelah menyelesaikan pembelajaran, sedangkan tujuan pembelajaran menjelaskan apakah  apa yang akan mampu dikerjakan siswa jika mereka menyelesaikan bahan-bahan pelajaran.
Pengembangan tujuan mendukung pekerjaan instruktur dalam disiplin ilmu diantaranya sebagai  berikut: (l) menetapkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap mereka akan mengajar, (2) menentukan strategi pengajaran, dan (3) menetapkan kriteria untuk mengevaluasi kinerja murid ketika instruksi berakhir.
Pernyataan tujuan mencakup tiga komponen utama. Komponen pertama menggambarkan keterampilan atau perilaku yang diidentifikasi dalam analisis pembelajaran, komponen ini berisi konsep. Komponen kedua menggambarkan kondisi  pelajar dalam melaksanakan tugas, komponen ini berisi tentang apa yang akan tersedia bagi peserta didik ketika mereka melakukan perilaku yang diinginkan. Komponen ketiga  menggambarkan kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi kinerja pelajar. Kriteria sering dinyatakan dalam batas-batas, atau jangkauan, diterima jawaban atau tanggapan. Kita harus memastikan bahwa tujuan itu bukan tujuan yang umum.

B.       Saran
Makalah ini adalah hasil terjemahan dari buku Dick & Carey, kami sadar kemampuan kami menterjemahkan buku ini sangat minim sehingga kami yakin masih banyak kekurangan dalam tata kalimat dalam makalah ini. Untuk itu kami sangat memerlukan kritik dan saran dalam rangka memperbaiki makalah ini selanjutnya.



Daftar Rujukan

Dick & Carey, 2005, The Systematic Design of Instruction, United Stated of America.

 
Contoh
Bagian ini berisi contoh-contoh tujuan kinerja keterampilan psikomotorik dan sikap. Untuk membantu analisis Anda setiap contoh, kondisi tersebut disoroti menggunakan huruf CN, perilaku diidentifikasi dengan B, dan kriteria ditunjukkan dengan menggunakan huruf CR.

Tabel 6. 1
Contoh Keterampilan psikomotorik dan Pencocokan Tujuan Kinerja

Langkah
Tujuan perilaku
2,1Tentukan bagaimana mengoperasikan dongkrak.
2,1 tempatkan dongkrak dan atur posisinya (yang tidak ditempatkan di bawah mobil) (CN), mengoperasikan dongkrak (B). Pasang pengaman, pompa pegangan hingga dongkrak naik, lepaskan alat pengaman, dan menurunkan dongkrak ke posisi tertutup (CR).
2,2 Identifikasi dimana meletakkan dongkrak pada sebauh mobil.

2.2 Beri alat yang digunakan untuk mengoperasikan dongkrak dan sebuah mobil akan diangkat yang bertengger di pinggiran jalan (CN), mempersiapkan untuk menempelkan dongkrak (B). Pindah mobil pada posisi yang datar, lokasi stabil; menemukan tempat terbaik pada frame mobil dekat dengan roda yang akan dilepas, kemudian tempatkan dongkrak posisi tepat di bawah bingkai posisi (CR).
2,3 tempatkan dongkrak pada mobil.

2,3 Diberi gunting dongkrak ditempatkan tepat di bawah bingkai pada tempat yang tepat (CN), pasang menangani dan meningkatkan dongkrak (B). Dongkrak tepat di bawah bingkai pada tempat yang tepat dan mengangkat mobil hanya untuk memenuhi bingkai. Kontak antara dongkrak dan mobil dievaluasi untuk keseimbangan dan disesuaikan jika diperlukan. mobil tidak dicabut dan kacang lug tidak mengendurkan (CR).
2,4 blok di belakang dan sebelum
roda yang tetap di atas tanah.
2,4Tanpa diberi blok dan tanpa diminta untuk mencari sesuai blok (CN), cari tempat blok dan roda belakang tetap di atas tanah (B). Cari cukup bata ukuran blok dari komposisi yang kuat dan tempat satu sebelum dan di belakang setiap roda yang jauh dari dongkrak (CR).
Tujuan: mengganti ban mobil.
T.O
Mengingat sebuah mobil sering mengalami kempes ban, maka semua alat-alat yang diperlukan untuk mengganti ban tempatkan dalam posisi normal di bagasi, dan ban serep yang melambung biasanya diamankan di roda dengan baik (CN), mengganti ban kempes dengan ban cadangan (B). Setiap langkah dalam prosedur akan dilakukan secara berurutan dan sesuai dengan kriteria yang ditentukan untuk setiap langkah (CR).


Tabel 6. 2
Contoh Sikap dan Pencocokan Tujuan Kinerja

Langkah
Pencocokan Tujuan Perilaku
1. Pilih keselamatan maksimum dari kebakaran pada saat check-in di sebuah hotel.
1,1 Tanpa menyadari bahwa mereka sedang diamati selama hotel check-in (CN). pelancong selalu (CR): (l) meminta
kamar di lantai yang lebih rendah, dan (2) menanyakan tentang keselamatan dalam dan dekat dengan kamar yang ditetapkan seperti asap alarm, alat pemadam, dan tangga (B).
2. Pilih keselamatan dari gangguan pada saat check-in di sebuah hotel.
2,1 Tidak menyadari mereka sedang diamati saat mereka mempersiapkan diri untuk meninggalkan kamar hotel untuk sementara waktu (CN), pelancong selalu(CR): (1) meninggalkan radio atau televisi menyala dan lampu menyala, dan (2) mereka memeriksa untuk memastikan pintu terkunci dengan aman seperti menutup di belakang (B).
2,2 Tanpa menyadari bahwa mereka sedang diamati pada masuk kembali ke kamar hotel mereka (CN), pelancong selalu (CR) memeriksa untuk melihat bahwa ruangan adalah sebagai mereka meninggalkan dan bahwa tidak ada seorang pun di dalam ruangan. Mereka juga menyimpan
pintu terkunci dan dirantai (B) di sepanjang waktu (CF).
3. Pilih tempat untuk memaksimalkan keselamatan barang-barang berharga saat
tinggal di kamar hotel.
3,1 Tanpa menyadari bahwa mereka sedang diamati selama check-in(CN), pelancong selalu (CR) menanyakan tentang kunci - kotak dan asuransi untuk barang-barang berharga. Mereka selalu (CR) tempat dokumen berharga, uang tambahan, dan unworn perhiasan dalam kotak deposit aman (B).
3,2 Tanpa menyadari bahwa mereka sedang diamati saat meninggalkan
ruangan untuk sementara waktu (CN), pelancong tidak pernah (CR) pergi perhiasan atau uang berbohong tentang di hotel furniture (BJ.


 Tabel 6. 3
Pengelolaan Sikap dan Pencocokan Tujuan Kinerja

Langkah
Pencocokan Behavioral Tujuan
Teller akan memilih untuk memperlakukan pelanggan dalam ramah, sopan
cara. :
Tidak menyadari mereka sedang diamati selama transaksi dengan pelanggan pada hari yang sibuk (CN), para peramal akan selalu "(CR):
1. Melakukan transaksi dengan pelanggan dengan: (a) tersenyum, (b) memulai ucapan lisan, (c) mengatakan sesuatu untuk membuat muncul layanan personalisasi, (d) secara lisan memaafkan diri     jika mereka harus menyelesaikan transaksi sebelumnya, dan (e) bertanya bagaimana mereka bisa melayani (B).

2. Pelanggan melakukan transaksi dengan: (a) mendengarkan dengan penuh perhatian kepada pelanggan. penjelasan, (b) meminta klarifikasi apapun informasi yang diperlukan, (c) menyediakan formulir tambahan yang diperlukan, (d) menyelesaikan atau mengubah bentuk-bentuk yang diperlukan, (e) yang menjelaskan setiap perubahan yang dibuat kepada pelanggan, dan (f) menjelaskan semua bahan kembali ke pelanggan (B).
3. Menyimpulkan setiap transaksi oleh. (a) bertanya tentang lain layanan yang diperlukan, (b) secara lisan berkata, "Terima kasih," (c) menanggapi komentar yang dibuat oleh pelanggan, dan (d) berakhir dengan keinginan secara lisan (misalnya, "selamat menikmati hari yang indah" "Cepat kembali," atau "Sampai jumpa segera").