Sabtu, 05 November 2011

Adab Pendidik (Guru)


ADAB PENDIDIK
“Menjual Pedang Kepada Perampok”
Perumpamaan yang diberikan oleh Imam Al Ghazali terhadap Guru yang mencelakakan muridnya, karena member ilmu yang tidak bermanfaat dan akhirnya Guru dan murid sama-sama celaka. Itulah sebabnya seorang Guru harus mempunyai sifat-sifat tertentu agar menjadi Guru yang Ideal. Sifat itu diantaranya :
a.     SAYANG TERHADAP MURIDNYA
Guru dalam memperlakukan muridnya hendaknya seperti memperlakukan anaknya sendiri, sebagaimana Rosululloh memposisikan diri terhadap umatnya. Sesungguhnya aku bagi kalian seperti ayah terhadap anakny”. (Riwayat Abu Dawud). Siapa saja yang menuntut ilmu kepada Beliau dianggap sebagai anaknya sendiri, dan selalu memanggil mereka dengan sebutan “anak-anakku”
b.     CUKUP BALASAN ALLOH SWT
Para Guru hendaknya tidak mengharap balasan dari muridnya, akan tetapi mengajar karena mencari ridha Alloh SWT. “Wahai kaumku, aku tidak meminta imbalan atas ha (sesuatu)l. Sesungguhnya imbalanku hanya karena Allah….” (Hud(11): 51).
c.     SELALU MEMBERIKAN NASIHAT
Sifat Guru yang baik tidak hanya mampu menyampaikan materi ajar kepada  muridnya, namun juga harus selalu memberikan nasihat-nasihat yang baik kepada anak didiknya, sehingga ilmu pengetahuan yang dapat diserap akan bisa member manfaat kebaikan kelak.
d.     BIJAK MEMPERINGATKAN KESALAHAN
Ketika akan didik melakukan kesalahan/perbuatan tercela, Guru hendaknya mengingatkannya dengan bijak, tidak malah merendahkannya. Sebab jika guru menempuh cara itu, maka kewibawaannya akan bisa jatuh dihadapan siswa.
e.     TIDAK MERENDAHKAN ILMU LAIN
Yang harus dihindari oleh guru adalah mencela ilmu yang lain bukan bidangnya. Guru semestinya malah memberikan motivasi kepada muridnya agar memperluas pengetahuannya. Bahkan jika guru menguasai banyak disiplin ilmu, maka hendaknya ia mengajarkannya kepada muridnya secara bertahap.
f.       MENGATAHUI KEMAMPUAN MURIDNYA
Hal yang sangat penting adalah guru harus mengetahui dan memahami seberapa besar kadar ilmu yang bisa diterima muridnya. Guru juga harus dituntut berusaha semaksimal mungkin untuk memahamkan ilmu kepada muridnya dengan berbagai metode hingga penjelasannya mudah dipahami murid.
g.     MENGAMALKAN ILMU
Selain mengajarkan ilmu, guru juga dituntut mengamalkan ilmunya. Jangan sampai perkataannya sendiri “diingkari” oleh perbuatannya sendiri dengan tidak mengamalkannya. Dikutip dari Edisi Khusus Suara Hidayatullah.

Rabu, 02 November 2011

Proses Kognitif dan Prinsip Multimedia


PROSES KOGNITIF DAN PRINSIP MULTIMEDIA


1.1         Proses Kognitif

1.1.1   Kajian Teori Multimedia
Teori belajar Kognitif yang berakar pada teori pemrosesan informasi merupakan landasan dari pengembangan multimedia. Cognitive Load Theory (CLT) yang dikemukankan oleh Sweller pada tahun 1988 adalah penjabaran lebih detil dari teori belajar kognitif yang secara khusus menekankan pada keterbatasan kapasitas working memory. Disamping dual chanel input, dan active processing. CLT telah digunakan untuk mendeskripsikan bangun kognisi manusia dan menjadi acuan dalam desain pembelajaran. Secara khusus, teori ini memberikan basis acuan empiris yang membantu desainer pembelajaran untuk mengurangi beban kognitif selama mengajar. Metode pembelajaran yang membebani secara berlebihan working memory menyebabkan belajar menjadi lebih sulit.
CLT membedakan beban kognitif menjadi tiga jenis yaitu: intrinsic cognitive laod, extraneous cognitive load, dan germane cognitive load. Intrinsic cognitive load adalah tingkat kesulitan yang melekat terkait dengan bahan instruksional. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Chandler dan Sweller. Menurut mereka, semua instruksi memiliki kesulitan yang melekat terkait dengan itu (misalnya, perhitungan 2+2, dibandingkan memecahkan persamaan diferensial). Ini kesulitan yang melekat tidak boleh diubah oleh seorang instruktur.
Germane Cognitive Load adalah bahwa beban dikhususkan untuk konstruksi, pengolahan dan otomatisasi skema. Ini pertama kali dijelaskan oleh Sweller, van Merrienboer dan Paas pada tahun 1998. Sangat penting bagi desainer instruksional untuk "mengurangi extroneous cognitive load dan mengarahkan perhatian peserta didik untuk proses kognitif yang secara langsung relevan dengan pembangunan skema".
Extraneous cognitive load berhubungan dengan desain material belajar sehingga merupakan beban kognitif yang menjadi pusat perhatian desainer pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Extraneous cognitive load merupakan cara di mana informasi ini disajikan untuk peserta didik dan berada di bawah kendali desainer instruksional. Beban ini dapat dikaitkan dengan desain bahan pembelajaran, terutama ketika intrinsic load  tinggi (yaitu, ketika masalah sulit), maka bahan harus dirancang sehingga dapat mengurangi beban yang asing.

1.1.2   Memori dan Hasil Belajar

Masalah belajar tidak terlepas dari masalah memori.  Memori dan konsep belajar saling berkaitan erat karena menghasilkan keluaran yang berupa hasil belajar. Hasil belajar tersimpan dan dipelihara dalam memori agar kelak dapat digunakan kembali (Hulse, dkk., dalam Fatimah 2006). Memori mengacu pada penyimpanan informasi, mengakses informasi yang pernah diterima. Pada dasarnya memori mencakup proses encoding (penyandian), storage (penyimpanan), dan retrieval (memanggil kembali) (Ellis, 1978). Jadi memori berkaitan dengan penerimaan informasi, penyimpanan informasi, sampai pemanggilan kembali informasi yang disimpan. Salah satu model memori yang ada adalah model memori dari Atkinson dan Shiffrin (dalam Solso,  1988) yang membagi memori menjadi 3 tempat penyimpanan, yaitu sensory memory (memori sensori), short term memory (memori jangka pendek), dan long term memory (memori jangka panjang).
Ketiga macam memori tersebut saling berkaitan erat, informasi tertentu diteruskan kedalam memori jangka pendek (STM) dan sebagian informasi akan hilang, hingga akhirnya melalui seleksi informasi diteruskan kedalam memori jangka panjang dan yang tidak diteruskan akan dilupakan (Irwanto, dkk., 1994). Informasi yang disimpan dalam memori dalam jangka panjang (LTM) dapat berpindah kembali ke memori jangka pendek dan kelupaan dapat terjadi disetiap tahap model memori tersebut. Kapasitas untuk mengingat stimulus yang masuk secara visual, seperti gambar-gambar dan semacamnya, dengan kejelasan yang luar biasa dikenal sebagai photographic memory atau eidetic imagery. Baik dalam ingatan audio maupun visual, rangsangan-rangsangan yang masuk diproses secara asimetri di otak. Baddeley (1976, dalam Solso, 1998) menunjukkan bahwa telinga kiri yang diproses oleh belahan otak kanan, bersifat dominan terhadap stimulus nada-nada dan melodi musik, sedangkan telinga kanan yang diproses oleh belahan otak kiri, lebih peka dalam menangkap rangsangan-rangsangan seperti kata-kata angka dan konsonan. Kelupaan yang terjadi di STM berhubungan erat dengan faktor storage dan retrieval.
Informasi yang disimpan dalam memori jangka panjang bersifat permanen, tetapi bukan berarti bahwa kelupaan tidak pernah terjadi. Kegagalan untuk mengingat informasi yang disimpan memungkinkan untuk terjadi karena tidak adanya petunjuk yang tepat atau efektif (Ellis, 1978). Tulvin dan Postka (dalam fatimah,., 2006) mengemukakan bahwa interferensi dapat dikurangi dengan cara memberikan petunjuk (retrievalcues) yang tepat. Petunjuk tersebut dapat berupa konteks, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa, tempat dan perasaan pada saat informasi tersebut. Kelupaan dapat pula diminimalkan dengan cara menggunakan mnemonic, yaitu strategi mengorganisasikan informasi secara visual atau verbal (Solso, 1998).


1.1.3   Working Memory

Para ahli kognitif telah banyak mengkaji peranan kemampuan pemrosesan informasi sederhana yang menjadi perantara atau variabel perbedaan individual dalam proses kognisi yang kompleks seperti pemahaman, penalaran dan pencapaian prestasi akademik. Proses belajar akademik pada dasarnya berlangsung pada sebagian besar aspek kognitif manusia. Unsur yang sangat berpengaruh adalah unsur memori dan unsur perhatian. Makin besar perhatian yang diberikan seseorang pada suatu materi maka materi itu akan tersimpan dalam sistem memorinya. Memori manusia terbagi atas memori jangka pendek dan memori jangka panjang.
Working memory memiliki sistem tersendiri untuk mengolah informasi visual dan informasi audio. Sehingga ada memori visual dan memori audio dalam sistem kognitif individu. Teori kognitif tentang working memory menyatakan bahwa berdasarkan prinsip modality, terutama dalam proses belajar dengan menggunakan multimedia, kata-kata yang digunakan perlu disajikan dalam bentuk narasi audio bukan secara visual berupa teks pada layar. Alasannya, dalam proses memori jangka pendek, presentasi bersifat audio lebih mudah diingat daripada presentasi visual. Penney (1989) menyatakan bahwa materi presentasi merupakan bauran dari modalitas audio dan visual dan menunjukkan bahwa kapasitas efektif dari working memory bisa ditingkatkan dengan menggunakan saluran visual dan audio. Hal ini juga harus didukung dengan contiguity dalam proses belajar yang menggunakan multimedia sebagai media instruksi, dimana kata dan gambar harus tersaji hampir bersamaan. Artinya tidak ada selisih waktu yang lama antara kata dan gambar. Selain itu, kata dan gambar tidak dalam tempat terpisah sehingga penyajian kata dan gambar ini bersifat contiguous, artinya terjadi secara serempak (Mayer dan Moreno dalam Fatimah, 2006).
Teori pengkodean ganda (dual coding) berasumsi bahwa manusia memiliki dua sistem pengolahan informasi yang berlainan: satu mewakili informasi verbal dan yang lain mewakili informasi visual (Solso dalam fatimah, 2006). Lebih lanjut, mengenai separated dual-code dan integrated dual-code yaitu Separated dual-code menunjukkan perbedaan yang jelas pada model penerimaan atau penyimpanan  informasi dalam memori berdasarkan informasi yang diberikan, dalam hal ini informasi visual dan informasi verbal. Informasi yang diberikan dalam bentuk kata-kata akan diterima dalam bentuk verbal, sedangkan informasi yang diterima dalam bentuk gambar akan diterima atau disimpan dalam bentuk visual. Berdasarkan teori Paivio penerima informasi akan mendapatkan gambaran yang lebih baik jika kedua bentuk informasi (verbal dan visual) diterima, karena dengan demikian penerima informasi akan dapat mempertemukan informasi yang sama dalam bentuk yang berbeda dalam memori. Sementara integrated dual-code menunjukkan bahwa informasi visual dan informasi verbal dapat diterima dalam memori sama dengan hubungan antar informasi verbal dan informasi visual.
Ada 3 proses yang berlangsung saat seseorang menerima 2 bentuk informasi (verbal dan visual), dalam waktu yang sama, yaitu: 1) membuat gambaran verbal serta kesesuaian dengan informasi verbal yang diterima; 2) membuat gambaran visual serta kesesuaian dengan informasi visual yang diterima; dan 3) membuat kesesuaian hubungan antara gambaran visual dengan gambaran verbal yang sudah diterima.
Metode IT (integrated text) meliputi adanya penciptaan hubungan isi informasi yang diterima dalam bentuk verbal dan visual. Metode ST (separated text) meliputi hubungan yang terciptakan oleh penerima informasi hanya berbentuk representational connection atau sebatas penerimaannya, tidak sampai pada isinya. Dengan demikiant teks dan gambar secara dekat ( IT) memberi hasil yang lebih baik dibandingkan dengan teks dan gambar secara terpisah (ST), kedua metode (IT dan ST) menimbulkan adanya hubungan penerimaan yaitu penggambaran secara mental dari isi informasi visual dan penggambaran secara mental dari isi informasi verbal. Maka teks dan gambar secara dekat hasilnya lebih baik dibandingkan dengan teks dan gambar secara terpisah.

1.2  Prinsip-prinsip Media dalam Pembelajaran

Terdapat enam prinsip yang harus diperhatikan berkaitan dengan elemen media yang digunakan supaya sebuah pembelajaran berlangsung efektif.  Keenam prinsip menyangkut elemen media yang disebutkan oleh Clark merupakan dasar-dasar bagaimana mengembangkan media dalam pembelajaran. Pengembangan media yang dimaksud disini adalah menyangkut kombinasi teks, grafik, dengan suara untuk penyanpaian materi pembelajaran. Keenam prinsip itu adalah sebagai berikut :

1.2.1   Prinsip Multimedia

Menurut prinsip ini  orang dapat memahami lebih baik kata-kata dengan gambar daripada hanya dengan kata-kata.  Animasi yang ditampilkan dilayar, slide show dan narasi sebaiknya memasukkan teks lisan dan tulisan serta gambar diam atau bergerak . Menambahkan grafik kedalam teks dapat meningkatkan kegiatan belajar. Yang dimaksud dengan grafik disini adalah gambar diam (garis, sketsa, diagram, foto) dan gambar bergerak (animasi dan video). Grafik yang ditambahkan kedalam teks sebaiknya yang selaras dengan pesan yang disampaikan dalam teks. Sehingga prinsip multimedia berarti harus dapat mengkombinasikan berbagai media menjadi satukesatuan yang harmonis.


1.2.2   Prinsip Contiguity (kedekatan)

Menempatkan teks didekat grafik meningkatkan kegiatan belajar. Contiguity merujuk pada susunan teks dan grafik pada layar. Seringkali dalam susunan materi e-learning, grafik disimpan pada bagian atas atau bawah teks sehingga teks dan grafik tidak bisa dilihat dalam satu layar, atau teks dan grafik tidak dapat dilihat secara bersamaan. Ini merupakan pelanggaran yang umum terjadi terhadap prinsip contiguity, yang menyatakan sebaiknya grafik dan teks yang bersesuaian diletakan berdekatan.

1.2.3   Prinsip modality

Menjelaskan grafik dengan suara meningkatkan kegiatan belajar. Prinsip ini terutama berlaku untuk animasi atau visualisasi kompleks dalam suatu topik yang relatif kompleks dan belum dikenal oleh peserta didik.

1.2.4   Prinsip Redundancy (kelebihan)

Menjelaskan grafik dengan suara dan teks yang berlebihan dapat merusak kegiatan belajar. Banyak program e-learning yang menyajikan kata-kata dalam teks dan suara yang membaca teks. Banyak hasil riset yang mengindikasikan bahwa kegiatan belajar terganggu ketuka sebuah grafik dijelaskan melalui kombinasi teks dan narasi yang membaca teks.

1.2.5   Prinsip Coherence (kesesuaian)

Menggunakan visualisasi, teks, dan suara yang tidak berhubungan (sembarangan) dapat merusak kegiatan belajar. Dalam banyak website e-learning sering ditemukan penambahan-penambahan yang tidak perlu, misalnya penambahan games, music latar, dan ikon-ikon tokoh kartun terkenal. Penambahan-penambahan ini selain tidak meningkatkan kegiatan belajar, juga dapat merusak kegiatan belajar itu sendiri.





1.2.6   Prinsip Personalisasi

Menggunakan bentuk percakapan dan gaya-gaya pedagogis dapat meningkatkan kegiatan belajar. Sejumlah penelitian yang dirangkum oleh Byron Reeves dan Clifford dalam bukunya, The Media Equation, menunjukan bahwa seseorang memberikan respon terhadap komputer seperti ketika ia memberikan respon kepada orang lain.
Gunakan multimedia (kombinasi antara teks, gambar, grafik, audio, narasi, animasi, simulasi, video) untuk mengakomodir perbedaan modalitas belajar. Karena masing-masing individu belajar memiliki modalitas belajar yang berbeda.
Pemilihan media untuk dikembangkan menjadi multimedia  menyerupai dengan pemilihan media untuk pembelajaran dengan system tatap muka atau tradisional. Penyampain materi pembelajaran melalui multimedia harus disesuaikan dengan materi ajar dan peserta didik itu sendiri. Pengembangan multimedia untuk e-learning dimulai dengan melihat tujuan kegiatan belajar, yaitu apakah tujuan belajar dapat dicapai melalui kegiatan mendengarkan, melihat, atau melalui interaksi media.