Jumat, 10 Juni 2011

Filsafat Pancasila Sebagai Cirikhas Aliran Filsafat Pendidikan di Indonesia

I.         Pendahuluan
A.      Latar Belakang
Proses pendidikan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan manusia. Karena dalam dalam pendidikan ada proses belajar yang berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen.
Secara umum ada tiga fungsi pendidikan. Pertama mempersiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga tersebut memberikan pengerian bahwa pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi helper bagi umat manusia.
Filsafat ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya. Sesuatu dapat berarti terbatas dan dapat pula berarti tidak terbatas. filsafat membahas segala sesuatu yang ada di alam ini yang sering dikatakan filsafat umum. sementara itu filsafat yang terbatas ialah filsafat ilmu, filsafat pendidikan, filsafat seni, filsafat agama, dan sebagainya.
Jadi berfikir filsafat dalam pendidikan adalah berfikir mengakar/menuju akar atau intisari pendidikan. Terdapat cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat atau seyogyanya tidak dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu.
Dalam filsafat pendidikan terdapat beberapa aliran filsafat yang antara aliran yang satu dengan aliran yang lain mempunyai pandangan yang berbeda dalam memandang pendidikan itu sendiri. Di Indonesia ada aliran pendidikan yang dikenal ada filsafat Pancasila.
Berkaitan dengan masalah filsafat pendidikan di Indonesia, perlu kiranya kegiatan pendidikan jangan dipandang hanya sekedar gejala sosial yang bersifat rasional semata mengingat kita mengharapkan pendidikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Dalam makalah ini kami akan membahas seputar mashab/aliran filsafat pendidikan di Indonesia, termasuk filsafat Pancasila sebagai salah satu bentuk filsafat pendidikan di Indonesia.

B.  Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengapa muncul beberapa mashab dalam filsafat pendidikan ?
2.       Jelaskan secara ontologis antara filsafat pendidikan yang  bersifat monolistik, dualistik dan multilistik ?
3.      Bagaimana posisi dan proporsi filsafat pancasila diantara berbagai mashab filsafat pendidikan bila pancasila dianggap sebagai aliran filsafat pendidikan ?

C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan gambaran tentang:
1.         Mengapa muncul beberapa mashab dalam filsafat pendidikan ?
2.         Jelaskan secara ontologis antara filsafat pendidikan yang  bersifat monolistik, dualistik dan multilistik ?
3.         Bagaimana posisi dan proporsi filsafat pancasila diantara berbagai mashab filsafat pendidikan bila pancasila dianggap sebagai aliran filsafat pendidikan ?
 
II.      Pembahasan

A.      Hakekat Filsafat Pendidikan
1.      Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, philos artinya cinta dan sophia artinya kearifan atau kebijakan. Filsafat berarti cinta yang mendalam terhadap kearifan atau kebijakan. Dan dapat pula diartikan sebagai sikap atau pandangan seseorang yang memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Menurut Harold Titus, dalam arti sempit filasafat diartikan sebagai sains yang berkaitan dengan metodologi, dan dalam arti luas filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup, dan makna hidup. Jadi, filsafat memiliki karakteristik spekulatif, radikal, sistematis, komprehensif, dan universal.
Butler mengemukakan beberapa persoalan yang dibahas dalam filsafat, yaitu :
1. Metafisika adalah cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat yang tersimpul di belakang dunia fenomena, membahas ontologi, teologi, kosmologi, dan antropologi.
2. Epistemologi ialah cabang filsafat yang membahas atau mengkaji asal, struktur, metode, serta keabsahan pengetahuan.
3. Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari nilai, yaitu etika dan estetika.

2.      Mashab/Aliran-aliran Filsafat Pendidikan
Sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia yang beragam maka terdapat beberapa mazhab dalam filsafat pendidikan, diantaranya :
1.      Filsafat pendidikan idealisme
Idealisme berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegensi. Termasuk dalam paham idealisme adalah spiritualisme, rasionalisme, dan supernaturalisme. Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap karena dunia hanyalah merupakan tiruan belaka, sifatnya maya yang menyimpang dari kenyataan sebenarnya. Selain itu, menurut pandangan idealisme, nilai adalah absolut. Apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik atau jelek secara fundamental tidak berubah, melainkan tetap dan tidak diciptakan manusia. Idealisme memiliki tujuan pendidikan yang pasti dan abadi, di mana tujuan itu berada di luar kehidupan manusia, yaitu manusia yang mampu mencapai dunia cita, manusia yang mampu mencapai dan menikmati kehidupan abadi yang berasal dari Tuhan.
2.      Filsafat pendidikan realisme
Aliran ini berpendapat bahwa dunia rohani dan dunia materi merupakan hakikat yang asli dan abadi. Kneller membagi realisme menjadi dua :
a.    Realisme rasional, memandang bahwa dunia materi adalah nyata dan berada di luar pikiran yang mengamatinya, terdiri dari realisme klasik dan realisme religius.
b.    Realisme natural ilmiah, memandang bahwa dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal manusia, melainkan dunia sebagaimana adanya, dan substansialitas,
sebab akibat, serta aturan-aturan alam merupakan suatu penampakan dari dunia itu sendiri.
Selain realisme rasional dan realisme natural ilmiah, ada pula pandangan lain mengenai realisme, yaitu neo-realisme dan realisme kritis. Neo-realisme adalah pandangan dari Frederick Breed mengenai filsafat pendidikan yang hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi, yaitu menghormati hak-hak individu. Sedangkan realisme kritis didasarkan atas pemikiran Immanuel Kant yang mensintesiskan pandangan berbeda antara empirisme dan rasionalisme, skeptimisme dan absolutisme, serta eudaemonisme dengan prutanisme untuk filsafat yang kuat.
3.      Filsafat pendidikan materialisme
Materialisme berpandangan bahwa realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual, atau supernatural. Cabang materialisme yang banyak dijadikan landasan berpikir adalah positivisme yang menganggap jika sesuatu itu memang ada, maka adanya itu adalah jumlah yang dapat diamati dan diukur. Oleh karena itu, positivisme hanya
mempelajari yang berdasarkan fakta atau data yang nyata.

4.      Filsafat pendidikan pragmatisme
Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak, tidak doktriner, tetapi relatif atau tergantung pada kemampuan manusia. Dalam pragmatisme, makna segala sesuatu dilihat dari hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan, atau benar tidaknya suatu ucapan, dalil, dan teori, semata-mata bergantung pada manusia dalam bertindak. Menurut pragmatisme, pendidikan bukan merupakan proses pembentukan dari luar dan juga bukan pemerkahan kekuatan laten dengan sendirinya, melainkan proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman individu.
5.      Filsafat pendidikan eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran yang menekankan pilihan kreatif, subjektivitas pengalaman manusia, dan tindakan konkret dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Menurut eksistensialisme, pengetahuan manusia tergantung pada pemahamannya tentang realitas, interpretasinya terhadap realitas, dan pengetahuan yang diberikan di sekolah bukan sebagai alat untuk memperoleh pekerjaan, tetapi untuk alat pekembangan dan pemenuhan diri secara pribadi.
6.      Filsafat pendidikan progresivisme
Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak, sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru atau bahan pelajaran yang didasari oleh filosofi realisme religius dan humanisme. Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum, pengalaman bersifat dinamis dan temporal sehingga nilai pun terus berkembang.
7.      Filsafat pendidikan esensialisme
Esensialisme dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes skeptisisme dan sinisme dari progresivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah berasaskan nilai yang telah teruji keteguhan dan kekuatannya sepanjang masa. Gerakan ini bertumpu pada mazhab idealisme dan realisme.

8.      Filsafat pendidikan perenialisme
Perenialisme adalah aliran yang berorientasi dari neo-thomisme dan memandang bahwa nilai universal itu ada, pendidikan hendaknya dijadikan suatu pencarian dan penanaman kebenaran nilai tersebut. Berikut adalah beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan :
a.         Plato : “Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal.”
b.        Aristoteles : “Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya.
c.         Thomas Aquina : “Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata.”
9.      Filsafat pendidikan rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme adalah paham yang memandang pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang berlangsung terus dalam hidup. Rekonstruksionisme dapat dibedakan menjadi rekonstruksionisme individual dari John Dewey dan rekonstruksionisme sosial dari George S. Counts yang keduanya adalah bersumber pada pragmatisme.

3.      Latar Belakang Munculnya Mashab/Aliran Dalam Filsafat Pendidikan
Kata pendidikan berasal dari kata didik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Filsafat ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya. Sesuatu dapat berarti terbatas dan dapat pula berarti tidak terbatas. filsafat membahas segala sesuatu yang ada di alam ini yang sering dikatakan filsafat umum.
Filsafat pendidikan adalah suatu pandangan yang ingin melihat pendidikan secara lebih mendalam dan lebih luas dan menyeluruh dalam segala hubungan. Filsafat pendidikan berusaha memahami bagaimana proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan secara lebih luas dan mendalam dari berbagai aspek. Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, maka filsafat pendidikan memiliki berbagai aliran atau mazhab.
Tokoh filsafat dalam menghasilkan pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya, dalam rangka mencari kebenaran sangat dipengaruhi oleh latar belakang, sudut pandang dan tujuan tokoh filsafat tersebut sehingga hasil kajian dan pemikiran tersebut akan berbeda dan berfariasi sesuai karakteristik tokoh filosof tersebut. Perbedaan ini kemudian menghasilkan pemikiran yang memiliki karakteristik tertentu apakah cenderung ke materi, roh, spiritual ataupun yang lain. Pemikiran berdasarkan karakteristik inilah kemudian dikenal dengan mazhab/aliran dalam filsafat.
Munculnya beberapa mazhab dalam filsafat pendidikan disebabkan masing-masing filosof memandang filsafat pendidikan ini dari sudut pandang yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang dan cara berfikir masing-masing dalam mencari kebenaran hakiki tentang pendidikan. Mazhab materialism memandang dari sudut pandang materi sehingga pendidikan hanya diukur dalam bentuk materi saja, ini berbeda dengan mazhab idealism yang memandang pendidikan dari rohani/ide dan realism yang memandang pendidikan dari materi dan rohani.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan semakin luasnya ilmu pengetahuan manusia maka dimungkinkan aliran/mazhab filsafat pendidikan ini akan semakin bertambah dan beragam mengikuti perkembangan zaman itu.

B.       Kajian Secara Ontologis Tentang Filsafat Pendidikan
1.         Pengertian Ontologi
Menurut  bahasa, Ontologi  berasal dari  bahasa  Yunani  yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Ontologi berarti teori tentang keberadaan sebagai keberadaan.
Pada dasarnya, ontologi membicarakan tentang hakikat dari sutu benda/sesuatu. Hakikat disini berarti kenyataan yang sebenarnya (bukan kenyataan yang sementara, menipu, dan berubah). Misalnya, pada model pemerintahan demokratis yang pada umumnya menjunjung tinggi pendapat rakyat, ditemui tindakan sewenang-wenang dan tidak menghargai pendapat rakyat. Keadaan yang seperti inilah yang dinamakan keadaan sementara dan bukan hakiki. Justru yang hakiki adalah model pemerintahan yang demokratis tersebut.
Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base. Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah knowledge base”. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada.
Dalam mempelajari ontologi muncul beberapa pertanyaan yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai ontologi. Pertanyaan itu berupa “Apakah yang ada itu? (What is being?)”, “Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)”, dan “Dimanakah yang ada itu? (What is being?)”
Ontologi yang merupakan salah satu kajian filsafat ilmu mempunyai beberapa manfaat, di antaranya sebagai berikut:
1.        Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan sistem pemikiran yang ada.
2.        Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan eksistensi.
3.        Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika.

2.         Filsafat Pendidikan Bersifat Monolistik, Dualistik, dan Multilistik
Dalam ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, yaitu monolistik, dualistik, dan multilistik/pluralisme
Monolistik adalah paham yang menganggap bahwa hakikat asalnya sesuatu itu hanyalah satu. Asal sesuatu itu bisa berupa materi (air, udara) maupun ruhani (spirit, ruh). Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa ruhani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya.
Plato adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah monism/monolistik oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran :
a.         Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan ruhani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
b.        Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran sejati.
Dualistik adalah aliran yang berpendapat bahwa asal benda terdiri dari dua hakikat (hakikat materi dan ruhani, hakikat benda dan ruh, hakikat jasad dan spirit). Dualisme adalah konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik.
Gagasan tentang dualistik jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa "kecerdasan" seseorang (bagian dari pikiran atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik.
Versi dari dualistik yang dikenal secara umum diterapkan oleh René Descartes (1641), yang berpendapat bahwa pikiran adalah substansi nonfisik. Descartes adalah yang pertama kali mengidentifikasi dengan jelas pikiran dengan kesadaran dan membedakannya dengan otak, sebagai tempat kecerdasan. Sehingga, dia adalah yang pertama merumuskan permasalahan jiwa-raga dalam bentuknya yang ada sekarang.
Multilistik/Pluralistik adalah paham yang mengatakan bahwa segala hal merupakan kenyataan. Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas.
Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M), yang mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.
Jadi, dapat disimpulakan bahwa ontologi meliputi hakikat kebenaran dan kenyataan yang sesuai dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari perspektif filsafat tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu. Adapun monolistik, dualistik, multilistik/pluralistik dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologi yang pada akhirnya menentukan pendapat dan kenyakinan kita masing-masing tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu.

C.      Filsafat Pancasila Sebagai Sebuah Aliran Filsafat
1.         Hakekat Filsafat Pancasila
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila.
Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh.
Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita, yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani).
Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasila (Notonagoro).
Pembahasan mengenai Pancasila sebagai sistem filsafat  dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif.
a.         Cara deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif.
b.        Cara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.
Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:
1.        Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.
2.        Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:
        Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
        Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;
        Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5;
        Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5;
        Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.
        Inti sila-sila Pancasila meliputi:
1.        Tuhan, yaitu sebagai kausa prima
2.        Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
3.        Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri
4.        Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong
5.        Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.
Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti  mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada umumnya.
Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga bidang tersebut dapat dianggap mencakup kesemestaan.

Apabila memahami nilai-nilai dari sila-sila Pancasila akan terkandung beberapa hubungan
Apabila memahami nilai-nilai dari sila-sila Pancasila akan terkandung beberapa hubungan
manusia yang melahirkan keseimbangan antara hak dan kewajiban antarhubungan tersebut,
manusia yang melahirkan keseimbangan antara hak dan kewajiban antarhubungan tersebut,
yaitu sebagai berikut
yaitu sebagai berikut
a. Hubungan Vertikal
a. Hubungan Vertikal
Hubungan vertikal adalah hubungan manusia dengan Tuhan, sebagai penjelmaan
Hubungan vertikal adalah hubungan manusia dengan Tuhan, sebagai penjelmaan
dari nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam hubungan ini, manusia memiliki
dari nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam hubungan ini, manusia memiliki
kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan perintah Tuhan dan menghentikan segala
kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan perintah Tuhan dan menghentikan segala
larangan-Nya, sedangkan hak yang diterima oleh manusia dari Tuhan adalah rahmat yang
larangan-Nya, sedangkan hak yang diterima oleh manusia dari Tuhan adalah rahmat yang
tidak terhingga diberikan oleh Tuhan dan pembalasan amal baik di akhirat nanti.
tidak terhingga diberikan oleh Tuhan dan pembalasan amal baik di akhirat nanti.
b. Hubungan Horizontal
b. Hubungan Horizontal
Hubungan horizontal adalah hubungan manusia dengan sesamanya, baik dalam
Hubungan horizontal adalah hubungan manusia dengan sesamanya, baik dalam
fungsinya
fungsinya
c. Hubungan Alamiah
c. Hubungan Alamiah
Hubungan alamiah adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi
Hubungan alamiah adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi
hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam dengan segala kekayaannya.
hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam dengan segala kekayaannya.
Alasan yang prinsipil Pancasila sebagai pandangan hidup dengan fungsi tersebut di
Alasan yang prinsipil Pancasila sebagai pandangan hidup dengan fungsi tersebut di
atas adalah sebagai berikut
atas adalah sebagai berikut
1.
1.Pancasila mengakui adanya kekuatan gaib yang di luar diri manusia menjadi
Pancasila mengakui adanya kekuatan gaib yang di luar diri manusia menjadi
pencipta, pengatur, serta penguasa alam semesta.
pencipta, pengatur, serta penguasa alam semesta.
2.
2.Pancasila mengatur keseimbangan dalam hubungan dan keserasian-keserasian,
Pancasila mengatur keseimbangan dalam hubungan dan keserasian-keserasian,
dimana untuk menciptakannya perlu pengendalian diri.
dimana untuk menciptakannya perlu pengendalian diri.
3.
3.Dalam mengatur hubungan, peranan dan kedudukan bangsa sangat penting.
Dalam mengatur hubungan, peranan dan kedudukan bangsa sangat penting.
Persatuan dan kesatuan sebagai bangsa merupakan nilai sentral.
Persatuan dan kesatuan sebagai bangsa merupakan nilai sentral.
4.
4.Kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, serta musyawarah untuk mufakat
Kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, serta musyawarah untuk mufakat
dijadikan sendi kehidupan bersama.
dijadikan sendi kehidupan bersama.
5.
5.Kesejahteraan bersama menjadi tujuan bersama
Kesejahteraan bersama menjadi tujuan bersama
2.         Landasan Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis Filsafat Pancasila
a.        Landasan Ontologi
Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang meyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika. Masalah ontologis antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah realitas yang ada tampak ini suatu realitas sebagai wujudnya,  yaitu benda? Apakah ada suatu rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang tampak pada makhluk hidup? Dan seterusnya.
Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila.
Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia.
Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia.
b.        Landasan Epistimologi
Epistemologi adalah cabang filsafat  yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan.
Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya.  Maka, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.
Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalamupaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
c.         Landasan Aksiologis
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori.
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary of sosiology an related science). Nilai itu suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek.
Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
        Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
        Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
        Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.
Nila-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Pengakuan, penerimaan dan pernghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas sebagai Manusia Indonesia
3.      Posisi dan Preposisi Filsafat Pancasila Diantara Berbagai Mazhab Filsafat
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila Pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan masyarakat  bangsa yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Dengan demikian Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem-sistem filsafat lainnya, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, komunisme dan sebagainya. Pernbedaannya terletak pada Pancasila berusaha mengakomodasi dan menggabungkan dengan mengambil isi dari mazhab-mazhab filsafat tersebut, baik secara keseluruhan maupun sebagian-sebagian.
Posisi dan preposisi Filsafat Pancasila diantara mazhab filsafat yang lain adalah bahwa filsafat Pancasila berusaha merangkum dari berbagai mazhab yang ada, karena dari kelima sila Pancasila mengambil bagian dari mazhab-mazhab yang ada. Didalam Pancasila ada bagian dari mazhab materialisme, idealism, realism, liberalism, progresivisme, dan mazhab-mazhab yang lain.
Filsafat berusaha mengakomodasikan isi dari mazhab-mazhab yang sudah ada sehingga filsafat Pancasila berbeda dengan mazhab-mazhab tersebut dan ini menjadi satu cirikhas ke Indonesiaan dari mazhab filsafat pendidikan di negara kita.

 III.             Penutup
A.           Simpulan
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, philos artinya cinta dan sophia artinya kearifan atau kebijakan. Filsafat berarti cinta yang mendalam terhadap kearifan atau kebijakan.
Terdapat berbagai macam mazhab dalam filsafat pendidikan yang ada. Munculnya beberapa mazhab dalam filsafat pendidikan disebabkan masing-masing filosof memandang filsafat pendidikan ini dari sudut pandang yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang dan cara berfikir masing-masing dalam mencari kebenaran hakiki tentang pendidikan. filosof tersebut. Mazhab materialism memandang dari sudut pandang materi sehingga pendidikan hanya diukur dalam bentuk materi saja, ini berbeda dengan mazhab idealism yang memandang pendidikan dari rohani/ide dan realism yang memandang pendidikan dari materi dan rohani.
Pada dasarnya, ontologi membicarakan tentang hakikat dari sutu benda/sesuatu. Hakikat disini berarti kenyataan yang sebenarnya (bukan kenyataan yang sementara, menipu, dan berubah).
Dalam ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, yaitu monolistik, dualistik, dan multilistik/pluralisme
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila.
Posisi dan preposisi Filsafat Pancasila diantara mazhab filsafat yang lain adalah bahwa filsafat Pancasila berusaha merangkum dari berbagai mazhab yang ada, karena dari kelima sila Pancasila mengambil bagian dari mazhab-mazhab yang ada. Didalam Pancasila ada bagian dari mazhab materialisme, idealism, realism, liberalism, progresivisme, dan mazhab-mazhab yang lain.
Filsafat berusaha mengakomodasikan isi dari mazhab-mazhab yang sudah ada sehingga filsafat Pancasila berbeda dengan mazhab-mazhab tersebut dan ini menjadi satu cirikhas ke Indonesiaan dari mazhab filsafat pendidikan di negara kita.



B.            Saran
Filsafat Pancasila adalah salah satu aliran filsafat sebagai cirikhas Indonesia yang juga perlu kita kaji lebih lanjut dan sebagai salah satu alternatifaliran filsafat yang menampilkan corak ke-Indonesiaan sehingga bisa mensejajarkan bangsa Indonesia dengan bangsa lain di Dunia.
Makalah ini kami susun dengan referensi yang sangat terbatas, sehingga kami sadar dalam makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami sangat mengharapkan saran dan masukan demi perbaikan makalah ini.

Bahan Rujukan

Sadulloh. Uyoh, 2003, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

Diakses tanggal 9 Juni 2011

Diakses tanggal 9 Juni 2011

Diakses tanggal 9 Juni 2011

Diakses tanggal 9 Juni 2011

Diakses tanggal 9 Juni 2011


\\\

Tidak ada komentar:

Posting Komentar