Jumat, 22 April 2011

Kemampuan Berfikir Kritis Dalam Pembelajaran Kooperatif

KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS
DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW


1.        Pendahuluan
1.1.  Latar Belakang
Memasuki abad 21 ditandai oleh perubahan yang mendasar dalam segala aspek kehidupan khususnya perubahan dalam bidang politik, ekonomi, social budaya dan bidang hukum. Sejalan dengan perubahan disegala bidang itu bangsa Indonesia dihadapkan pada permasalahan multi dimensi yang menyentuh berbagai tatanan kehidupan mendasar manusia. Bukan hanya berkaitan dengan aspek ekonomi, namun juga aspek sosial, budaya dan ahlak. Berbagai masalah muncul dalam kehidupan masyarakat kita, seperti miskin pengabdian, kurang disiplin, kurang empati terhadap masalah sosial, kurang efektif berkomunikasi serta kurang disiplin. Hal itu menunjukkan adanya permasalahan pribadi dan sosial di kalangan masyarakat.
Pada kalangan siswa disekolah seperti juga masyarakat pada umumnya gejala masalah pribadi dan sosial ini juga tampak dalam perilaku keseharian. Sikap-sikap individualistis, egoistis, acuh tak acuh, malas berfikir, kurangnya rasa tanggung jawab, malas berkomunikasi dan berinteraksi atau rendahnya empati merupakan fenomena yang sekarang muncul dalam kehidupan anak-anak di sekolah.
Pendidikan merupakan sarana untuk mengatasi masalah sosial tersebut sebab pendidikan memiliki fungsi dan peran dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sehingga dengan pendidikan diharapkan krisis dalam berbagai aspek social tersebut dapat diatasi. Dengan pendidikan akan melahirkan manusia yang berkualitas yang akan menjadi kekuatan utama dalam mengatasi dan memecahkan masalah sosial-ekonomi yang dihadapi. Sumber daya manusia yang berkualitas, yang berpegang pada norma dan nilai yang kuat, kinerja dan disiplin tinggi yang dihasilkan oleh pendidikan yang berkualitas dapat menjadi kekuatan utama untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Sebaliknya sumber daya manusia yang tidak berkualitas, lemah dalam pegangan norma dan nilai, rendah disiplin dan kinerja yang dihasilkan oleh pendidikan yang kurang berkualitas dapat merupakan pangkal dari permasalahan yang dihadapi.
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial memegang peran yang lebih besar dalam mengatasi atau mengurangi masalah dan perilaku penyimpangan sosial dan pribadi. Kemampuan pribadi dan sosial berkenaan dengan penguasaan karakteristik, nilai-nilai sebagai pribadi dan sebagai warga masyarakat serta kemampuan untuk hidup bermasyarakat.
Beberapa temuan penelitian dan pengamatan ahli memperkuat kesimpulan tersebut. Dalam segi hasil atau dampak pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS terhadap kehidupan bermasyarakat, masih belum begitu nampak. Perwujudan nilai-nilai sosial yang dikembangkan di sekolah belum nampak dalam kehidupan sehari-hari, keterampilan social dan kemampuan berfikir kritis para lulusan dari sekolah masih memprihatinkan.
Banyak penyebab yang melatarbelakangi mengapa pendidikan IPS belum dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan. Diantara penyebab tersebut diantaranya  kesenjangan antara tuntutan materi dengan fasilitas pembelajaran dan buku sumber, kesulitan manajemen waktu, serta keterbatasan kemampuan Guru dalam melakukan pembaharuan.
Mata pelajaran IPS berperan dalam mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan sosial agar para siswa menjadi warga masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang baik. Salah satu upaya yang memadai untuk itu adalah dengan melakukan pengembangan model pembelajaran yang mampu meningkatkan ketrampilan berfikir kritis dan ketrampilan sosial. Menggunakan model pembelajaran keterampilan kooperatif diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis  dan  keterampilan social siswa.

1.2.  Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan dalam makalah ini dapat menjawab “Bagaimanakah ketrampilan berfikir kritis siswa dalam pembelajaran kooperatif model Jig Saw dalam mata pelajaran IPS di SMP?”.

1.3.  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah dapat memberikan gambaran kemampuan berfikir kritis siswa dalam pembelajaran kooperatif model Jig Saw dalam mata pelajaran IPS di SMP?











2.        Ketrampilan Berfikir Kritis.
2.1.  Pengertian Ketrampilan Berfikir Kritis
Johnson (1992) dalam Supriya merumuskan istilah “berfikir kritis” (critical thinking) secara etimologis, ia menyatakan bahwa kata “critic” dan “critical” berasal dari “krinein”, yang berarti “menaksir nilai sesuatu”. Lebih jauh ia menjelaskan bahwa kritis adalam perbuatan seorang yang mempertimbangkan, menghargai, dan menaksir nilai sesuatu hal. Tugas orang yang berfikir kritis adalah menerapkan norma dan standar yang tepat terhadap suatu hasil dan mempertimbangkan nilainya dan mengartikulasikan pertimbangan tersebut.
Selanjutnya Johnson (1992) dalam Supriya merangkum beberapa definisi critical thinking dan ia menyimpulkan bahwa ada tiga persetujuan substansi dari kemampuan berfikir kritis. Pertama, berfikir kritis memerlukan sejumlah kemampuan kognitif; kedua, berfikir kritis memerlukan sejumlah informasi dan pengetahuan; dan ketiga, berfikir kritis mencakup dimensi afektif yang semuanya menjelaskan dan menekankan secara berbeda-beda.
Ennis (1987) menyatakan bahwa berfikir kritis merupakan istilah yang digunakan untuk suatu aktivitas reflektif untuk mencapai tujuan yang memuat keyakinan dan perilaku yang rasional. Ia telah mengidentifikasi lima kunci berfikir kritis, yakni “praktis, reflektif, rasional, terpercaya, dan berupa tindakan”. Dengan dasar ini ia merumuskan definisi berfikir kritis adalah merupakan aktivitas berfikir secara reflektif dan rasional yang difokuskan pada penentuan apa yang harus diyakini atau dilakukan.
Berfikir kritis adalah..suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian atau keputusan berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman. Berfikir secara aktif dengan menggunakan intelegensia, pengetahuan, dan ketrampilan diri untuk menjawab pertanyaan. Berfikir kreatif harus selalu melihat kedepan, profesional tidak boleh membiarkan berfikir menjadi sesuatu yang rutin atau standar.
Berpikir kritis itu adalah pola berpikir seseorang mempunyai wawasan dan wacana yang luas. dia mampu menganalisa suatu masalah dengan tepat, cermat, jeli, tidak gegabah dan efisien.dia mampu memberikan solusi yang benar, masuk akal, bisa dipertanggungjawabkan dan valid. Pada dasarnya seseorang yang mempunyai  bekal pengetahuan dan wawasan yang luas, dia otomatis akan berpikir secara kritis. karena dia akan menganalisa masalah dengan berbagai kemungkinan dari sudut ilmu dan teori yang dia kuasai. sehingga akan menghasilkan hasil analisa yang lebih detail, karena detail inilah seseorang akan menjadi lebih kritis.
Tujuan berfikir kritis adalah untuk menilai suatu pemikiran, menaksir nilai bahkan mengevaluasi pelaksanaan atau praktik dari suatu pemikiran dan nilai tersebut. Selain itu berfikir kritis meliputi aktivitas mempertimbangkan berdasarkan pada pendapatyang diketahui. Berfikir kritis mendorong munculnya pemikiran-pemikiran baru.
Savage and Armstrong (1996) mengemukakan bahwa tahap awal sebagai syarat untuk memasuki sikap kritis adalah adanya sikap siswa memunculkan ide-ide atau pemikiran-pemikiran baru. Tahap ini disebut tahap berfikir kreatif. Tahap kedua siswa membuat pertimbangan atau penilaian atau taksiran yang dapat dipertanggungjawabkan. Tahap kedua ini dikategorikan sebagai tahap berfikir kritis.

2.2.  Mengembangkan Ketrampilan Berfikir Kritis
Mengingat pentingnya ketrampilan berfikir kritis maka dalam pembelajaran perlu menekankan bagaimana mengembangkan ketrampilan berfikir kritis kepada siswa.  Dunn and Dunn (1972) mengembangkan ketrampilan berfikir kreatif sebagai model ketrampilan berfikir kritis, adalah sebagai berikut;
a.    Pada focus awal, Guru mendorong siswa untuk memikirkan bagaimana cara terbaik untuk memecahkan masalah. Misalnya; Apa yang harus dilakukan agar siswa selalu menjaga kebersihan lingkungan.
b.    Selanjutnya Guru bertanya mengapa pemikiran ini belum dilaksanakan juga?
c.    Setelah siswa menjawab pertanyaan ini, Guru bertanya kepada siswa lainnya, membantu siswa yang sedang berfikir. (Bagaimana kita dapat mengatasi kesulitan ini?)
d.   Pada saat ini Guru meminta siswa memikirkan masalah yang mungkin dihadapi dalam menjawab pertanyaan terdahulu.
e.    Akhirnya siswa diminta mementukan apakah langkah pertama untuk memecahkan masalah. (Marilah kita kaji apa yang telah dipikirkan. Tindakan apakah yang harus diambil untuk memecahkan masalah? Jelaskan pilihan kamu.) Siswa menjawab dan  mempertahankan pilihan sesuai dengan  criteria yang ada.
Perlunya mengembangkan kemampuan berfikir kritis untuk para siswa di sekolah diakui oleh sejumlah ahli pendidikan. Katrampilan berfikir kritis akan tumbuh subur dikelas ketika guru menilai pemikiran-pemikiran yang berbeda termasuk pemikiran yang berbeda dengan nilai yang dibawa oleh Guru dan mendorong siswa untuk berfikir secara bebas.
Kondisi dunia yang semakin berkembang pesat menuntut adanya respon dengan pemikiran yang kritis dikalangan Guru. Untuk itu pembelajaran dengan penerapan ketrampilan berfikir kritis di kelas merupakan cara paling tepat untuk menjawab tantangan ini  dalam rangka memperbaiki masalah pribadi dan sosial siswa sehingga siswa tidak lagi bersikap individualistis, egoistis, acuh tak acuh, malas berfikir, kurangnya rasa tanggung jawab, malas berkomunikasi dan berinteraksi. Diharapkan dengan pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan ketrampilan berfikir kritis di kalangan siswa.

3.        Pembelajaran Kooperatif
3.1.  Hakekat Pembelajaran Kooperatif
Secara sederhana kooperatif berarti mengerjakan sesuatu dengan bersama-sama dan saling membantu antara satu dengan yang lain. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pembelajaran kooperatif adalah menyangkut teknik pengelompokan yang didalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan bersama-sama dalam kelompok kecil yang pada umumnya terdiri dari 4-6 orang.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang sekarang banyak direspon sejalan dengan pendekatan konstruktivisme karena dalam pembelajaran kooperatif ini siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi social dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sementara Guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator. Dalam pembelajaran ini pengetahuan siswa dibangun sendiri dan mereka bertanggungjawab atas hasil pembelajarannya.
Pembelajaran kooperatif menyediakan banyak perilaku yang perlu dilakukan oleh siswa. Pertama, siswa terlibat dalam tingkah laku mendefinisikan, menyaring, dan memperkuat sikap-sikap, kemampuan, dan tingkah laku-tingkah laku dalam partisipasi social. Kedua, memperlakukan orang lain dengan penuh pertimbangan kemanusiaan, dan memberi semangat penggunaan pemikiran rasional ketika mereka bekerja sama untuk mencapai tujuangoisasi, kerjasama, consensus dan pentaatan peraturan mayoritas ketika bekerjasama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka, dan membantu meyakinkan bahwa setiap kelompoknya belajar. Ketika mereka  berusaha mempelajari isi dan kemampuan yang diharapkan, mereka juga menemukan dan memecahkan konflik, menangani berbagai problema dan membuat pilihan-pilihan yang merefleksikan situasi-situasi pribadi dan social yang memungkinkan mereka temukan dalam perkembangan dunia ini.
Beberapa ahli menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahani konsep yang sulit, tetapi juga berguna untuk menumbuhkan kemampuan berfikir kritis, bekerjasama, dan membantu teman.
Pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk pembelajaran IPA dan IPS. Namun, Juliati (2000) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif lebih tepat digunakan dalam pembelajaran IPS. Hasil penelitian Suryadi (1999) pada pembelajaran Matematika menyimpulkan bahwa salah satu pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan kemampuan berfikir siswa adalah pembelajaran kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif Guru tidak lagi mendominasi dalam kegiatan belajar mengajar, siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa lainnya dan saling belajar mengajar sesame mereka. Masyarakat pendidikan sekarang semakin menyadari pentingnya para siswa melatih kemampuan ketrampilan berfikir kritis, memecahkan masalah serta menggabungkan kemampuan dan keahliannya.
Beberapa ciri pembelajaran kooperatif adalah: (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman sekelompoknya, (d) Guru membantu mengembangkan ketrampilan baik ketrampilan interpersonal dalam kelompok maupun ketrampilan berfikir siswa, (e) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.


3.2.  Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan utama pembelajarn kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.
Dengan melaksanakan pembelajaran kooperatif siswa memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, disamping juga bisa melatih siswa untuk memiliki ketrampilan baik ketrampilan berfikir (thinking skill) maupun ketrampilan social (social skill), seperti ketrampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan orang lain, bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam kelas (Stahl, 1994)
Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan secara penuh dalam suasana belajar yang penuh demokratis.
Pada dasarnya dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan  sebagaimana dirangkum Ibrahim dalam Isjoni. Ketiga tujuan tersebut adalah: hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan ketrampilan social.
Hasil belajar, beberapa ahli berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu memahami konsep-konsep yang sulit sehingga meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
Penerimaan terhadap perbedaan individu, adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda secara budaya, social, ras, kemampuan dan ketidakmampuan.
Tujuan yang penting dalam pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa untuk mengembangkan ketrampilan bekerjasama, berfikir dan kolaborasi. Ketrampilan social ini perlu sebab generasi muda sekarang kurang dalam ketrampilan sosialnya.

3.3.  Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Bennet (1995) menyatakan ada lima unsure dasar yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan  kerja kelompok, yaitu:
a.         Positive interdependence.
Positive interdependence adalah hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama. Kondisi ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya ketergantungan yang positif antar kelompok dalam menyelesaikan tugas yang menjadi tanggungjawabnya.
b.         Interaction face to face.
Interaction face to face adalah interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara. Dalam interaksi ini tidak hanya menonjolkan kemampuan individu tetapi adanya hubungan timbal balik yang bersifat positif.
c.         Adanya tanggungjawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok.
Tujuan pembelajaran kooperatif dalam hal ini ingin menjadikan setiap anggota kelompoknya menjadi lebih kuat pribadinya yang akan menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan ketrampilan social dan memelihara hubungan kerja yang efektif.
d.        Membutuhkan keluwesan.
Keluwesan bertujuan agar hubungan kerja dalam kelompok berjalan dengan efektif.
e.         Meningkatkan ketrampilan bekerjasama dalam memecahkan masalah.
Dalam pembelajaran koopetarif  tidak hanya mempelajari materi saja tetapi peserta didik harus mempelajari ketrampilan-ketrampilan khusus yang disebut ketrampilan kooperatif. Ketrampilan-ketrampilan selama kooperatif adalah  sebagai berikut:
a.         Ketrampilan kooperatif tingkat awal.
Ketrampilan tingkat awal ini meliputi: menggunakan kesepakatan, menghargai kontribusi, mengambil giliran dan berbagi tugas, berada dalam kelompok, berada dalam tugas, mendorong partisipasi, mengundang orang lain, menyelesaikan tugas dalam waktunya, menghormati perbedaan individu.
b.         Ketrampilan tingkat menengah
Ketrampilan tingkat menengah ini meliputi: menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, mendengarkan dengan arif, bertanya, membuat ringkasan, menafsirkan, mngorganisir, dan mengurangi ketegangan.
c.         Ketrampilan tingkat mahir.
Ketrampilan tingkat mahir meliputi: mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.
4.        Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw
Dalam pembelajaran kooperatif model Jigsaw Guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya Guru membagi siswa kedalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri empat orang siswa sehingga setiap siswa bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/sub topic yang ditugaskan oleh Guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap komponen/sub topic yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari dua atau tiga orang sesuai jumlah kelompok kooperatif yang terbentuk. Bagian ini disebut kelompok ahli.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam; (a) belajar menjadi ahli dalam komponen/subtopic bagiannya, (b) merencanakan bagaimana mengajarkan komponen/subtopic bagiannya kepada anggota kelompok kooperatif semula. Setelah itu siswa tersebut kembali ke kelompok kooperatif sebagai “ahli” dalam komponen/subtopic dan mengajarkan informasi penting dalam komponen/sobtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam komponen/subtopic lain juga bertindak serupa sehingga seluruh siswa bertanggungjawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian , setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topic secara keseluruhan.
 Langkah-langkah pembelajaran dalam kooperatif model Jigsaw adalah sebagai berikut:
a.         Siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kooperatif masing-masing 4 anggota tim.
b.         Tiap orang dalam tim diberi bagian materi/sub topik yang berbeda.
c.         Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
d.        Anggota dari kelompok/tim yang berbeda yang mempelajari materi yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub topic/materi mereka.
e.         Setelah selesai diskusi dalam Tim ahli, setiap anggota kembali kekelompok asal (kelompok kooperatif) dan bergantian mengajarkan kepada teman satu tim mereka tentang sub topic yang mereka kuasai dan tim anggota lain mendengarkan.
f.          Tiap tim mempresentasikan hasil diskusi.
g.         Guru member evaluasi
h.         Penutup.
5.      Ketrampilan Berfikir Kritis dalam Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw
Pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi maksimal. Dalam pembelajaran ini tahap-tahap penyelenggaraannya, pertama siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil, pembentukan kelompok tersebut dapat dilakukan Guru berdasarkan pertimbangan tertentu.
Untuk mengoptimalkan manfaat belajar agar interaksi dalam kelompok berjalan efektif, keanggotaan dalam kelomkpok seyogyanya heterogen. Guru dalam hal ini berperan dalam menentukan anggota kelompok. Jika siswa dibebaskan maka akan memilih temannya yang disukai hal ini cenderung kelompok homogeny dan seringkali siswa tertentu tidak masuk dalam kelompok manapun.
Beberapa tahapan yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritisnya adalah pada tahap dimana setiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa-siswa atau perwakilan dan kelompoknya masing-masing bertemu dengan anggota-anggota kelompok lain yang mempelajari materi yang sama. Selanjutnya materi tersebut dipelajari dan didiskusikan agar setiap individu memahami setiap masalah yang dijumpai sehingga perwakilan tersebut dapat memahami dan menguasai materinya. Pada saat proses diskusi inilah kemampuan berfikir kritis  individu dalam kelompok akan muncul dan berkembang sesuai dengan pemahaman masing-masing individu.
Pada tahap berikunya setelah masing-masing perwakilan tersebut dapat menguasai materi yang ditugaskan, kemudian masing-masing perwakilan tersebut kembali kekelompoknya atau kelompok asalnya. Selanjutnya masing-masing anggota tersebut saling menjelaskan pada teman satu kelompoknya sehingga teman dalam kelompoknya dapat memahami materi yang ditugaskan. Pada tahapan ini kemampuan menyampaikan gagasan juga dimungkinkan muncul yang apabila dikembangkan akan menjadi ketrampilan berfikir kritis, dimana antar individu diharuskan mampu menyampaikan materi yang dibawanya dari kelompok “ahli” berdasarkan hasil diskusi.
Pada tahap ini siswa akan banyak menemukan masalah yang tahap kesukarannya bervariasi tergantung kemampuan dan pengalaman setiap individu. Kemampuan berfikir kritis masing-masing individu juga akan berbeda sesuai kemampuan dan pengalaman masing-masing individu. Pengalaman seperti ini sangat penting terhadap perkembangan mental anak. Piaget (dalam Isjoni) menyatakan, “……bila menginginkan perkembangan mental maka lebih cepat dapat masuk kepada tahap yang lebih tinggi, supaya anak diperkaya dengan banyak pengalaman”. Lebih lanjut dikatakan bahwa kecerdasan manusia dapat ditingkatkan hingga batas optimalnya dengan pengayaan melalui pengalaman. Pada tahap inilah kemampuan berfikir kritis setiap individu akan muncul setelah mendapat pengalaman dari serangkaian tahapan dalam pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini.
Setelah mendapatkan berbagai pengalaman dalam pembelajaran kooperatif maka kemampuan berfikir dan menyampaikan pendapat siswa akan berkembang. Anak yang pada awalnya tidak berani menyampaikan pendapat maka kemudian akan berani menyampaikan pendapatnya karena dalam pembelajaran kooperatif model Jigsaw setiap individu dipaksa berani menyampaikan pendapatnya terutama pada saat menyampaikan hasil diskusi dari kelompok “ahli” kepada kelompok “kooperatif” asalnya. Selanjutnya anak-anak yang sudah mampu menyampaikan pendapat atau  berfikir kritis kemampuannya akan lebih berkembang secara optimal setelah mendapatkan pengalaman serupa.

6.        Penutup
6.1.Simpulan
Kondisi dunia yang semakin berkembang pesat menuntut adanya respon dengan pemikiran yang kritis dikalangan Guru. Untuk itu pembelajaran dengan penerapan ketrampilan berfikir kritis di kelas merupakan cara paling tepat untuk menjawab tantangan ini  dalam rangka memperbaiki masalah pribadi dan sosial siswa sehingga siswa tidak lagi bersikap individualistis, egoistis, acuh tak acuh, malas berfikir, kurangnya rasa tanggung jawab, malas berkomunikasi dan berinteraksi. Diharapkan dengan pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan ketrampilan berfikir kritis di kalangan siswa.
Ketrampilan berpikir kritis adalah pola berpikir seseorang mempunyai wawasan dan wacana yang luas. dia mampu menganalisa suatu masalah dengan tepat, cermat, jeli, tidak gegabah dan efisien.dia mampu memberikan solusi yang benar, masuk akal, bisa dipertanggungjawabkan dan valid. Pada dasarnya seseorang yang mempunyai  bekal pengetahuan dan wawasan yang luas, dia otomatis akan berpikir secara kritis. karena dia akan menganalisa masalah dengan berbagai kemungkinan dari sudut ilmu dan teori yang dia kuasai. sehingga akan menghasilkan hasil analisa yang lebih detail, karena detail inilah seseorang akan menjadi lebih kritis.
Dengan melaksanakan pembelajaran kooperatif siswa memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, disamping juga bisa melatih siswa untuk memiliki ketrampilan baik ketrampilan berfikir (thinking skill) maupun ketrampilan social (social skill), seperti ketrampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan orang lain, bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam kelas.
6.2.Saran
Dalam pembelajaran kooperatif model Jigsaw memungkinkan siswa mampu mengembangkan ketrampilan berfikir maupun ketrampilan social, sehingga diharapkan pembelajaran kooperatif dapat menjadi salah satu alternative bagi Guru dalam pembelajaran.